JAKARTA, KOMPAS.com - Pesisir Jakarta tengah menghadapi ancaman pencemaran.
Direktur Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia MS Sembiring menyebut, sampah plastik menimbulkan dampak kerusakan bagi ekosistem laut dan pesisir.
Selain mengotori lautan, sampah plastik juga dapat meracuni biota laut, merusak terumbu karang, dan berbahaya bagi kehidupan manusia.
"Sudah cukup lama masalah sampah di Teluk Jakarta menjadi polemik, tetapi tak kunjung mendapatkan solusi. Padahal, setiap detik tumpukan sampah kian bertambah. Ini harus segera dicarikan terobosan agar tak kian parah," kata MS Sembiring dalam diskusi bertema "Menjawab Tantangan: Teluk Jakarta Bersih? Siapa Berani?" di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Kamis (8/3/2018).
Baca juga: Pencemaran Teluk Jakarta Kian Parah
Penggagas "Divers Clean Action" Tenia Puspa Lestari menyayangkan Kepulauan Seribu dipenuhi sampah.
Tak hanya mengganggu kegiatan menyelam, sampah ini juga buruk bagi masyarakat dan ekosistem Kepulauan Seribu.
"Kami menemukan 936 sedotan dalam area 100 meter dari 30 menit bersih-bersih," ujar Tenia.
Baca juga: Kepada Gus Ipul, Nelayan Keluhkan Pencemaran Limbah hingga Reklamasi
Padahal, Kepulauan Seribu biasanya jadi tempat pertama yang dikunjungi warga Jabodetabek jika ingin belajar menyelam.
"Belum lagi kalau sudah capek diving (jauh), pasti ke Kepulauan Seribu," tambahnya.
Sampah yang hanyut di Teluk Jakarta merupakan sampah-sampah dari daratan dan sungai.
Di Jakarta saja, produksi sampah harian sekitar 7.000 ton. Sebagian lolos ke laut karena dibuang sembarangan oleh warga ke sungai.
Baca juga: Lebih dari 200 Negara Berjanji Hentikan Pencemaran Plastik di Laut
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2016, pencemaran di Teluk Jakarta mayoritas bersumber dari limbah domestik rumah tangga.
Hal ini dikarenakan kawasan tersebut menjadi lokasi akhir dari berbagai macam distribusi limbah yang datang dari hulu 13 sungai di Jakarta.
Ini menyebabkan Teluk Jakarta menjadi titik yang paling tercemar.
Baca juga: Karawang Kerepotan Tangani Pencemaran Sungai Citarum
Temuan sampah pada November 2015, limbah industri sebanyak 52.862 ton dan limbah anorganik sebanyak 24.446 ton.
Sementara limbah yang berasal dari rumah tangga, untuk organik sebesar 10.875.651 ton dan anorganik 9.766.670 ton.
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu Yusen Hardiman mengatakan, setiap hari, ia mengangkut 8-15 ton sampah per hari di kawasan Kali Adem, 3-4 ton sampah per hari dari Pantai Mutiara, dan 3-6 ton per hari dari pesisir BKN Marunda.
Baca juga: Pemkot Bekasi Surati Pemkab Bogor soal Pencemaran Kali Bekasi
Sampah ini berasal dari muara sungai Jakarta, hingga sampah dari Lampung yang terbawa arus laut. Sampah ini diangkut 33 kapal pengangkut.
Kendati demikian, tetap ada sampah yang tidak tertangani di pesisir Jakarta.
"Saya sudah usulkan di rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), ada juga pengadaan kapal baru. Kalau menurut saya, masih kurang (jumlah kapal yang ada)," kata Yusen.
Sampah-sampah ini diangkut ke daratan untuk dibuang ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang.
Baca juga: ESDM Aceh Sebut Pencemaran Debu Batu Bara akibat Kelalaian Perusahaan
Begitu pula dengan sampah rumah tangga warga Kepulauan Seribu itu sendiri.
Hal ini dikarenakan Kepulauan Seribu hanya memiliki alat pembakar sederhana yang kapasitasnya jauh dari produksi sampah harian.
Penumpukan sampah di pulau mau pun sampah yang mengambang di perairan ini mengganggu pariwisata.
Kendati demikian, beruntung saat ini ekosistem belum terlalu rusak.
"Sepanjang 2017, anak buah saya 5 kali melihat hiu paus tutul, ini menandakan laut kita masih aman," ujarnya.