Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wimpie Pangkahila

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Kontroversi Dokter Terawan

Kompas.com - 07/04/2018, 14:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Beberapa teman meminta saya agar menulis tanggapan mengenai kehebohan terkait Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad yang mendapat "hukuman" dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI.

Semula saya enggan menulis ini karena selain banyak kesibukan, saya khawatir dianggap "untuk apa ikut-ikutan". Tetapi akhirnya saya penuhi juga setelah saya melihat dan membaca semakin banyak orang yang seharusnya tidak berkompeten, ikut memberikan pendapatnya yang tentu tidak berbasis ilmiah kedokteran.

Saya juga tergerak menulis ini setelah membaca berita tentang komentar Promotor ketika Dr Terawan menempuh Program Doktor di Universitas Hasanudin. Seperti diberitakan oleh detikhealth, Prof Yusuf Irawan Sang Promotor mengatakan, "Namun perlu dicatat, metode yang digunakan dr Terawan harus ada uji klinik terlebih dahulu, meski beberapa pasien menganggap program dan metode yang digunakan dalam mengobati pasien berhasil".

Membaca ini, muncul pertanyaan di benak saya, "Ha!! Memangnya dr Terawan tidak melakukan uji klinik, padahal dikabarkan sudah memberikan DSA kepada sekian banyak orang?".  

Sebelumnya saya sempat membaca surat terbuka dari Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi), Prof Dr dr Moh Hasan Machfoed, SpS-K, yang berisi pertimbangan ilmiah mengenai apa yang disebut metode "Brain wash" itu.

Bagi masyarakat di luar dunia Kedokteran, pejabat sekali pun, sangat mungkin istilah uji klinik terasa asing. Bagi masyarakat umum, yang penting keluhan hilang. Padahal hilangnya keluhan belum berarti sembuh atau mungkin terjadi keluhan lain sebagai efek samping obat dank arena penyakit dasarnya tidak sembuh.
 
Coba tanya kepada semua orang "Sakit kepala apa obatnya?" Saya yakin semua atau hampir semua akan menjawab "Panadol". Kok bisa? Ya karena setiap hari iklannya muncul di televisi. Itulah the Power of advertisement. Apa itu salah? Tidak salah, tapi kurang tepat. Mengapa? Karena sakit kepala hanyalah gejala yang dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari stres karena ditinggal istri sampai karena tumor otak. Kalau setiap hari minum obat sakit kepala, ya sakitnya hilang sementara, tapi tumor di otak semakin besar. Ya, tunggu saja malaikat maut menjemput.

Uji klinik    

Uji klinik adalah suatu tahap penelitian yang dilakukan pada manusia setelah sebelumnya dilakukan pada binatang. Ada tiga fase uji klinik, sebelum akhirnya dapat diterima dan diterapkan pada manusia. Setelah beredar pun, tetap dilakukan uji klinik fase empat untuk mengetahui apakah memang benar bermanfaat dan aman setelah digunakan secara luas oleh masyarakat.

Ada syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan uji klinik, antara lain:
1. Peneliti harus seorang dokter yang berkompeten di bidang yang akan diteliti,
2. Semua subyek atau pasien harus mempunyai masalah dengan latar belakang yang sama,
3. Subyek atau pasien harus diberitahu dan mengerti bahwa ini dalam rangka penelitian, bukan telah resmi sebagai obat atau cara pengobatan. Untuk ini harus jelas tertulis pada Surat Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent),
4. Diperlukan juga Kelayakan Etik (ethical clearance) dari Komisi Etik Penelitian. Uji klinik seharusnya dimulai setelah Kelayakan Etik diterima, bukan sebelumnya.

Peneliti uji klinik haruslah orang yang berkompeten secara ilmiah dan profesi di bidangnya. Kalau menyangkut jantung, haruslah seorang dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah. Atau kalau uji klinik itu menyangkut juga bidang ilmu lain yang terkait, tepat sekali kalau di dalam tim peneliti uji klinik ada seorang spesialis di bidang itu. Apalagi saat ini di dunia kedokteran semakin jelas terlihat peranan interdisiplin beberapa spesialisasi kedokteran.    

Lebih detil, tentu ada persyaratan lainnya, termasuk yang menyangkut metode dan teknis penelitian, misalnya ada tidaknya kelompok pembanding, yaitu kelompok pasien yang diberikan obat atau cara pengobatan yang sudah biasa dipakai. Syarat lain ialah bagaimana cara melakukan pengukuran adanya perubahan sebelum dan sesudah mendapat pengobatan secara objektif ilmiah.  

Lalu ada satu syarat lagi yang harus dipenuhi oleh peneliti yang beretika, yaitu pasien yang ikut dalam uji klinik seharusnya tidak dibebani biaya penelitian. Kalau pun harus mengganti biaya tertentu, seharusnya disampaikan dengan jelas dan tertulis pula.

Tidak selalu mudah melakukan uji klinik. Beberapa masalah yang umum terjadi, antara lain dalam memasukkan subyek atau pasien ikut dalam penelitian. Cukupkah peneliti hanya berdasarkan keluhan umum pasien yang belum tentu benar? Mungkin saja seorang pasien mengeluh "Saya terkena stroke". Benarkah keluhan "stroke" dia sama dengan "stroke" sebenarnya menurut ilmu kedokteran? Belum tentu benar.

Mungkin juga pasien akan mengatakan, "Saya ingin mencoba pengobatan baru ini". Tahukah pasien bahwa cara ini memang belum pernah digunakan sebelumnya atau sedang dalam penelitian uji klinik? Di sinilah kredibilitas total seorang dokter yang sedang melakukan uji klinis dipertaruhkan.

Efek plasebo

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Megapolitan
Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com