Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengingat Kembali Awal Munculnya Kartu Pekerja DKI, Kompensasi Bagi Buruh yang Tak Puas...

Kompas.com - 30/04/2018, 16:38 WIB
Jessi Carina,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar empat bulan yang lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno meluncurkan Kartu Pekerja.

Kartu ini seolah menjadi solusi dan dispensasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk para buruh yang tak puas dengan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2018.

Anies menetapkan UMP 2018 sebesar Rp 3.648.035.

"Kami menetapkan  UMP di Jakarta untuk 2018 sebesar Rp 3.648.035," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, pada Rabu 1 November 2017.

Baca juga : Kartu Pekerja DKI Tak Laku

Besar UMP ini tidak sesuai dengan keinginan elemen serikat pekerja.

Serikat pekerja juga tidak setuju Pemprov DKI Jakarta masih menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan untuk penetapan UMP tahun ini.

Angka yang diusulkan oleh serikat pekerja adalah Rp 3.917.398. Sementara, angka Rp 3,6 juta itu usulan pemerintah dan unsur pengusaha.

Anies ketika itu menilai bahwa UMP yang ditetapkan sudah memenuhi unsur keadilan. Baik bagi pekerja maupun pengusaha.

"Ditanya soal fairness, Insya Allah ini sudah mempertimbangkan semuanya. Kami berharap ini menjadi bisa justru pendorong perekonomian kita," kata Anies.

Baca juga : Kawal Penetapan UMP 2018, Kelompok Buruh Demo di Balai Kota

Demo dari kalangan buruh

Keputusan UMP yang dibuat Anies mengundang reaksi dari para buruh. Mereka yang kecewa kemudian mendatangi Balai Kota dan berunjuk rasa.

Sebab, mereka sebelumnya telah menaruh harapan besar pada Anies-Sandi. Pada masa kampanye Pilkada DKI 2017 mereka telah mendapat "jaminan" dari Anis-Sandi, dalam bentuk kontrak politik, bahwa jika terpilih pasangan itu akan memperhatikan nasib kaum buruh.

Berbagai sindiran pun dilontarkan para buruh terhadap Anies-Sandi ketika itu. Mereka menilai Anies-Sandi telah ingkar janji dan mengkhianati mereka.

"Kenapa kita berdiri di sini? Karena kita tidak menyangka. Masih ingat kawan-kawan kenapa kita kemarin dukung Anies dan Sandi?" kata perwakilan buruh bernama Toha.

Baca juga : Kartu Pekerja DKI yang Tak Laku karena Kurang Sosialisasi

Kompensasi bagi buruh

Anies dan Sandiaga menangkap ketidakpuasan para buruh. Sebagai kompensasi, Anies dan Sandiaga berjanji untuk memberi kemudahan bagi mereka dalam hal transportasi dan pangan.

Anies dan Sandi akan memberikan layanan gratis naik transjakarta bagi buruh yang bekerja di Ibu Kota mulai 2018.

"Kami akan memberikan pelayanan transportasi angkutan jalan yang lebih berkeadilan dengan memberikan kartu gratis transjakarta bagi pekerja dengan angka gaji UMP, ini akan berlaku mulai 1 Januari," kata Anies.

Baca juga : Kartu Pekerja Tak Laku, Sandiaga Bilang Butuh Bantuan Perusahaan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga akan memberikan subsidi pangan. Para buruh bisa berbelanja di Jakgrosir yang menjual harga kebutuhan pokok lebih murah sekitar 10-15 persen dari harga pasar.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga akan memberikan Kartu Jakarta Pintar bagi anak-anak buruh yang gajinya sebesar UMP.

Buruh akan diberikan kartu yang bisa mengakses layanan transjakarta dan berbelanja di Jakgrosir dalam satu kartu, payroll system.

Semua layanan itu rencananya diperuntukan bagi buruh yang memiliki gaji sebesar UMP DKI Jakarta 2018, ber-KTP Jakarta berdomisili di Jakarta, dan bekerja di Jakarta.

Baca juga : DKI Tak Punya Data Buruh yang Berhak Terima Kartu Pekerja

Kemudian pada tanggal 12 Januari 2018, Anies-Sandiaga meluncurkan Kartu Pekerja. Gunanya untuk mewujudkan janji keringanan biaya transportasi dan pangan itu untuk buruh.

"Melalu kajian yang kami lakukan, 30 persen penghasilan mereka (buruh) untuk transportasi, 30-35 persen penghasilan untuk pangan. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, kami berikan intervensi kebijakan untuk memberikan fasilitas," katanya.

Tak laku

Namun, efektifitas Kartu Pekerja ini kemudian dipertanyakan. Sandiaga mengatakan Kartu Pekerja sepi peminat setelah empat bulan diluncurkan.

Sejak diluncurkan pada Januari 2018 lalu, baru 5.000 buruh yang menggunakannya.

"Per hari ini kalau nggak salah masih di angka 5.000. Sangat rendah. Total (buruh) 300.000," kata Sandiaga Uno.

Baca juga : Kartu Pekerja Disebut Pencitraan, Ini Tanggapan Disnaker DKI

Dia menduga sedikitnya peminat Kartu Pekerja ini karena sosialisasi dan distribusi yang kurang baik. Dia juga tidak menampik kemungkinan variabel kebutuhan yang tidak tepat.

Namun, berbekal data dari Jakarta Smart City, Sandiaga yakin kalau kebutuhan buruh yang diintervensi Pemprov sudah tepat.

"Data kami dari Smart City menunjukkan kalau kebutuhan buruh itu transportasi dan juga biaya hidup dari pangan. Itu dari PD Pasar Jaya Juga sesuai dengan statistiknya. Tapi kami akan kaji lagi, ada kemungkinan itu tepat tapi tapi tidak didistribusikan dan disosialisasikan dengan baik," kata Sandiaga.

Kartu Pekerja pun belum menjadi solusi. Sandiaga berjanji akan berkomunikasi dengan kelompok buruh mengenai ini.

Namun, mengenai UMP sendiri, Sandiaga tidak akan menaikannya. Dia tetap yakin bahwa Kartu Pekerja bisa menjadi jawaban atas semua kerisauan para buruh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com