JAKARTA, KOMPAS.com - "Proklamasi. Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan, d.l.l diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja".
Kutipan tersebut merupakan potongan teks proklamasi yang dibacakan oleh Presiden pertama RI Soekarno. Masyarakat bisa mendengar suara asli 'Bapak Proklamator' itu, di sebuah ruangan bernama Ruang Kemerdekaan di dalam Monumen Nasional.
Suara Bung Karno diputar setiap satu jam. Tadi pagi, Selasa (26/6/2018), pengunjung Monas mulai berkumpul di ruangan tersebut. Mereka duduk rapat di depan pintu gapura yang ada di sisi barat ruangan itu.
Baca juga: Napak Tilas Lapangan Banteng...
Dari pintu tersebut, suara Bung Karno membacakan teks proklamasi terdengar. Ketika gapura terbuka, ukiran barong Bali yang dilapisi emas terlihat, kotak anti peluru berisi naskah proklamasi keluar dari mulut barongan itu.
Suara Bung Karno yang membacakan naskah proklamasi itu bukan suara yang direkam pada 1945. Melainkan rekaman ulang yang dibacakan untuk Radio Republik Indonesia.
Ketika suara Bung Karno berkumandang, suasana hening. Pengunjung mendengarkan suara itu dengan seksama...
Makna di tiap sudut
Ruang Kemerdekaan ini terletak di cawan tugu Monas yang berbentuk amfiteater. Ruangan berbentuk amfiteater itu mengelilingi bangunan marmer empat sisi yang mengandung berbagai macam simbol di tiap sisinya.
Baca juga: Menengok Rumah Si Pitung, Destinasi Bersejarah di Ujung Jakarta
Di sisi selatan, terdapat lambang burung garuda raksasa. Pada sisi utara, terdapat replika peta Indonesia.
"Peta NKRI yang dipampang adalah peta saat Monas dibuat. Jadi, masih ada Timor Timur," ujar Kepala Seksi Pelayanan UPK Monas, Endrati Fariani, di Monas, Selasa (26/6/2018).
Pada bagian timur, terdapat kotak anti peluru tempat penyimpanan bendera pusaka. Pada sisi barat, terdapat pintu gapura tempat pemutaran suara asli Bung Karno.
Pintu tersebut memiliki ukiran barong Bali untuk mengenang Ibunda Bung Karno yang berasal dari Bali. Barong tersebut dilapisi emas dengan berat 22 kilogram, yang melambangkan hari jadi DKI Jakarta setiap 22 Juni.
Baca juga: Patung Pancoran dan Visi Dirgantara Soekarno
Pemandu wisata yang ada pada pagi itu kemudian menjelaskan alasan bangunan tersebut terbuat dari marmer hitam.
"Ini dimirip-miripkan dengan Ka'bah. Jadi, supaya seolah-olah seperti mengelilingi Ka'bah," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.