Menurut catatan dari berbagai sumber, Lapangan Banteng sudah berganti nama hingga beberapa kali, seiring berganti kepemilikannya.
Sebelumnya, lapangan tersebut pernah bernama Paviljoensveld atau Lapangan Paviljoen pada 1632, sesuai nama pemiliknya, yakni Anthony Paviljoen.
Pada era ini, lapangan tersebut disewakan menjadi lapak bercocok tanam orang Tiongkok, mulai dari sayur mayur hingga tebu. Sementara itu, sebagiannya lagi dijadikan lahan ternak sapi.
Fungsi Lapangan Banteng juga berubah pada masa kepemimpinan Gubernur VOC Herman William Daendels.
Menilik buku "Robinhood Betawi: Kisah Betawi Tempo Doeloe" garapan Alwi Shahab, pada zaman Daendels, Lapangan Banteng kerap dijadikan area latihan militer, karena itu disebut sebagai Lapangan Parade.
Monumen Pembebasan Irian Barat
Monumen Pembebasan Irian Barat mulai menghiasi Lapangan Banteng pada 17 Agustus 1963.
Asal muasal patung bertubuh kekar yang berdiri tegak di tengah Lapangan Banteng hingga kini itu, tidak lepas dari sejarah Trikora.
Trikora, atau Tri Komando Rakyat, adalah nama operasi yang dikumandangkan Presiden Soekarno di Yogyakarta, untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda.
Ide pembuatan patung yang terbuat dari perunggu dan memiliki bobot hingga delapan ton tersebut divisualisasi oleh Henk Ngantung, dalam bentuk sketsa.
Sketsa itu mengilustrasikan seseorang yang telah bebas dari penjajahan dan diterjemahkan melalui rantai serta borgol pada patung tersebut.
Sementara maestro dari patung tersebut adalah Edhi Sunarso, yang juga pemahat patung Selamat Datang di Bundaran HI. Pembuatan patung tersebut memakan waktu 12 bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.