Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Bintaro 19 Oktober 1987, Tanah Jakarta Berwarna Merah....

Kompas.com - 19/10/2018, 14:12 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Kecelakaan yang terjadi antara Kereta Api Merak dengan Kereta Api Rangkas menjadi sebuah cacatan kelam dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia.

Kelalaian petugas membuat kedua kereta bertubrukan atau adu banteng di Bintaro, Jakarta Selatan, pada 19 Oktober 1987.

Setelah Tragedi Bintaro itu, masinis dan kondektur yang selamat dalam peristiwa itu mendapat sanksi tegas. Mereka dipenjara, bahkan langsung dibebastugaskan.

Pemberangkatan kereta tak hanya menjadi tanggung jawab masinis saja, pihak petugas di stasiun atau Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) juga memiliki peran penting.

Mereka memang harus berkoordinasi, berkomunikasi, dan melihat situasi stasiun yang akan dituju kereta. Barulah, petugas stasiun memberikan tanda ke masinis untuk menjalankan kereta.

Namun, pada Senin kelabu 19 Oktober itu, semua itu sia-sia. Kesalahpahaman menjadikan malapetaka besar. PPKA Sudimara memberi sinyal semboyan genta kepada penjaga perlintasan Pondok Betung, namun ia tak mengerti akan makna simbol itu.

Baca juga: Mengenang Tragedi Bintaro, Catatan Hitam dalam Sejarah Kereta Api..

Sisi lain

Harian Kompas edisi 20 Oktober 1987 menjelaskan sisi lain dari tabrakan itu. Saat itu, jalur Tanah Abang menuju Merak memang kondisinya kurang begitu bagus.

Oleh sebab itu, setiap kereta yang melintas harus menggunakan kecepatan maksimum 50-60 kilometer per jam.

Lokasi kecelakaan yang berada selepas tikungan dari arah Kebayoran Lama memungkinkan kedua lokomotif tak bisa saling melihat. Dengan demikian, arah pandangan masinis menjadi kurang jeli untuk melambatkan laju kereta.

Terdapat faktor lain, banyak penumpang KA jalur ini yang lebih suka naik di lokomotif dan berjubel bersama masinis dan asisten masinis. Mereka lebih menyukai sisi luar daripada harus masuk ke arah ke gerbong.

Faktor ini menjadikan konsentrasi masinis terganggu, bahkan terhalang penumpang yang berdiri di hadapannya.

Baca juga: Ketika Zainal Mengingat Tragedi Bintaro 26 Tahun Lalu

Dikenang dalam lagu dan Film

Film Tragedi BintaroDok. Kompas Film Tragedi Bintaro

Setelah peristiwa itu, salah satu penyanyi legendaris Indonesia Iwan Fals mengekspresikan peristiwa itu dalam sebuah lagu. Tujuannya adalah memberikan teguran keras mengenang peristiwa dan memberi teguran kepada pemerintah.

Iwan Fals mengenang tragedi itu dalam lagu "1910", yang juga masuk dalam album 1910 (1988). Salah satu liriknya terbilang mengenaskan:

"19 Oktober, tanah Jakarta berwarna merah..."

Benar adanya, tanah Jakarta berwarna merah, merah yang berarti banyak korban karena peristiwa memilukan itu. Tercatat 156 orang meninggal dan ratusan lainnya mengalami luka-luka.

Ebiet G Ade juga terinspirasi menuliskan lagu untuk tragedi ini. Lagu "Masih Ada Waktu" memberikan sebuah introspeksi diri kepada seseorang yang masih diberikan keselamatan.

Selain diekspresikan melalui lagu, tragedi ini juga dijadikan sebuah film. Harian Kompas edisi 22 Oktober 1989 menulis, untuk mengenang peristiwa itu, Sutradara Buce Melawau membuat karya film dengan judul Tragedi Bintaro (1989).

Film ini tidak mengisahkan kelalaian yang menyebabkan terjadinya tragedi tersebut.

Namun, film menceritakan kesedihan anak kecil bernama Juned karena orangtuanya di ambang perceraian. Nenek Juned tergerak untuk membawanya ke desa agar tak merasa sedih. Juned kemudian kehilangan keluarganya akibat peristiwa itu.

.

.

.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com