Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apin, Bocah 7 Tahun yang Getol Kampanye Lawan Sedotan Plastik

Kompas.com - 31/05/2019, 17:20 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anak berumur 7 tahun itu akrab disapa “Apin”. Layaknya anak-anak lain, bocah yang satu ini menyimpan rasa ingin tahu yang besar dalam dirinya.

Saat ditemui Kompas.com di Universitas Indonesia, Depok, Jumat (31/5/2019), Apin mengajak Kompas.com jalan-jalan untuk mengamati aneka pohon di taman dan meneliti biji-bijian berbentuk aneh yang bertebaran di tanah.

Rasa ingin tahu semacam itu pula yang mendorong Apin beberapa bulan lalu menyaksikan video di YouTube soal bahaya sampah sedotan plastik.

Ia kemudian terus menjelajahi jagat YouTube dan menemukan berbagai video tentang satwa-satwa laut yang tersiksa dan mati karena sampah plastik.

Baca juga: Malaysia Mulai Kirim 3.000 Ton Limbah Plastik Kembali ke Negara Asal

Melihat itu, Apin tak sanggup membendung air mata.

“Mama, pernahkah dalam hidup Mama, sekali saja, mengeluarkan 1 butir air mata, 1 butir saja, waktu melihat laut hancur karena sampah plastik?” ucap sang bunda, Ester Indahyani Jusuf (48), menirukan pertanyaan putra bungsunya sekira awal Mei 2019.

Sejak momen itu, persoalan sedotan plastik menjadi keresahan tersendiri dalam benak Apin.

Bayangan soal ikan-ikan yang tewas akibat keliru memangsa sampah plastik bergentayangan di kepalanya.

“Hiiii, kasihan kan,” kata Apin sembari menyodorkan kepada Kompas.com video bangkai paus sperma di Wakatobi dengan 5,9 kilogram sampah plastik di perutnya.

“Burung juga bisa salah makan (sampah plastik), tahu? Mending pakai plastik yang dari singkong, dia bisa lapuk,” katanya lagi, merujuk temuan bioplastik berbahan serat singkong yang jadi perbincangan beberapa tahun lalu; suatu wawasan yang mungkin selangkah di depan anak-anak seusianya.

Dari sekian banyak jenis sampah plastik yang membunuh satwa-satwa laut, Apin menjatuhkan pilihan pada sedotan.

Menurut dia, sedotan plastik merupakan benda remeh-temeh yang dipakai, kemudian dibuang secara tidak sadar oleh pemakainya.

“Soalnya banyakan yang pakai sedotan di restoran-restoran (daripada kantong plastik),” kata Apin polos soal alasannya pilih mengampanyekan perlawanan terhadap sedotan plastik.

Baca juga: Jelang Lebaran, KLHK Ingatkan Pemudik soal Sampah Plastik dan Makanan

Tanpa dorongan dari mana-mana, Apin pun tergerak buat menggalakkan kampanye lawan sedotan plastik.

Dia masa bodoh dengan usianya yang baru akan menginjak kelas 2 SD per Juli 2019 nanti.

"Jangan pakai plastik"

Apin senantiasa memberikan selembar poster berukuran A3 yang berisi ajakan “Jangan pakai sedotan plastik!” setiap kali bertemu dengan beberapa orang dewasa.

Dalam poster tersebut, tampak jelas guratan pensil warna yang ia gunakan. Ada pula sosok seekor hiu dengan ilustrasi sampah plastik tertimbun di perutnya.

Poster ini jadi media kampanye bagi Apin. Dia pun tak malu-malu mengajak berfoto orang yang ia berikan poster tersebut sebagai simbol ajakan berkampanye bersama dirinya melawan pemakaian sedotan plastik.

“Aku ada dua puluh poster,” ucap anak bernama lengkap Alvin Leonard itu.

Poster-poster ini terasa spesial karena Apin terlahir sebagai penyandang disleksia, suatu gangguan belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca dan menulis.

Bertahun-tahun, Ester mengajari putra bungsunya mengeja dan menulis secara telaten.

Keberhasilannya mengatasi disleksia jadi capaian tersendiri.

Dari sanalah, Apin berhasil menumbuhkan kesadaran soal bahaya sedotan plastik setelah melahap aneka buku lingkungan hidup milik ayahnya, puluhan video di YouTube, dan akhirnya menyusun ajakan berkampanye melalui media poster.

Sampai saat ini, poster-poster tersebut telah Apin bagikan kepada orang-orang berbeda, mulai dari guru, kolega orangtuanya, hingga dua “orang penting” di negara ini.

“Ada yang buat Pak Tito (Karnavian, Kapolri) sama Ketua (CEO) Go-jek (Nadiem Makarim),” ucap Apin.

Militan

Apin bukan sekadar iseng dengan kampanyenya. Ada kesan tulus yang sulit ditampik sewaktu Apin mengoceh soal sedotan, sampah plastik, dan satwa-satwa yang tersiksa akibatnya.

Baca juga: Mengajak Siswa SD Perangi Sampah Plastik

Boleh jadi, hal ini disebabkan oleh persentuhan Apin dengan alam bebas sejak kecil bersama ayah dan ibunya.

“Saya sudah ajak dia melihat alam dari kecil. Kalau lagi jalan-jalan, ke Sukabumi misalnya, ada sawah menguning, dia minta berhenti. Saya kenalkan, ini padi, nanti jadi beras, lalu jadi nasi. Dia juga saya ajak melihat sendiri, bagaimana air menetes dari tebing, jadi aliran kecil, kemudian jadi sungai. Selalu saya tekankan, air, air, air, karena dia harus tahu, tanpa air tidak ada kehidupan,” ujar ayah Apin, Jusuf Budi Santoso.

Intensitas persentuhan dengan alam bebas yang cukup sering untuk anak seusianya membuat Apin ibarat punya pertautan batin dengan alam.

Inilah yang kemudian memantik rasa tulus yang terwujud dalam bulatnya tekad Apin melawan sedotan plastik.

Sampai-sampai, Apin kadang bertengkar saat kakaknya menggunakan sedotan plastik. Padahal, terkadang si kakak hanya berniat menjahilinya.

“Kakak sering banget sudah aku kasih tahu, malah begitu lagi kalau minum susu,” Apin bercerita.

“Sudah aku ingatkan terus, dibilangin enggak dengerin sampai aku bosan. Kan aku sudah kasih yang (sedotan) besi,” lanjut bocah penggemar suasana air terjun itu.

Apin juga mengaku sempat beberapa kali menegur kawan-kawannya ketika kedapatan memakai sedotan plastik untuk meminum air kemasan gelas.

Ia lalu mencontohkan cara meminum air kemasan gelas tanpa menggunakan sedotan.

“Pakai ini,” jelas Apin sambil memegang karabiner yang terkait di jaketnya, “Kalau enggak, pakai kunci, atau ditepuk saja biar pecah.”

Namun, pendekatan ini ia rasa kurang efektif. Jadilah Apin memberikan poster kampanye pada wali kelasnya, agar tugas menegur teman-temannya dapat didelegasikan pada si wali kelas.

“Aku kasih, langsung kabur, malu,” kata dia.

Baca juga: Mengajak Siswa SD Perangi Sampah Plastik

Sejak itu, menurut dia, temannya yang memakai sedotan plastik berkurang.

Lain dengan Apin yang terkesan militan memperjuangkan keresahannya, sang ibu justru menyimpan setitik keresahan.

Meski terus bantu memublikasi foto Apin dan kampanyenya lewat Facebook, Ester menolak opsi agar anaknya dibuatkan akun khusus di media sosial sebagai “bocah pejuang lingkungan”, dengan kemungkinan Apin jadi terkenal dan menginspirasi khalayak lebih luas lagi.

“Kami hanya mengakomodasi keinginan dia saja. Apin belum lama bicara soal sedotan, TEtapi dia memang ngotot dan dampaknya lumayan luas. Khawatir kalau dia terkenal, ‘hidungnya jadi megar’,” ujar Ester.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dekat Istana, Lima dari Sebelah RT di Tanah Tinggi Masuk dalam Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari Sebelah RT di Tanah Tinggi Masuk dalam Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang Jakut

Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang Jakut

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Gardu Listrik di Halaman Rumah Kos Setiabudi Terbakar, Penghuni Sempat Panik

Gardu Listrik di Halaman Rumah Kos Setiabudi Terbakar, Penghuni Sempat Panik

Megapolitan
Polisi Tangkap Dua Begal yang Bacok Anak SMP di Depok

Polisi Tangkap Dua Begal yang Bacok Anak SMP di Depok

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Hari Ini: Jakarta Berawan, Bodetabek Cerah Berawan di Pagi Hari

Prakiraan Cuaca Hari Ini: Jakarta Berawan, Bodetabek Cerah Berawan di Pagi Hari

Megapolitan
Lima Anggota Polisi Ditangkap Saat Pesta Sabu di Depok, Empat di Antaranya Positif Narkoba

Lima Anggota Polisi Ditangkap Saat Pesta Sabu di Depok, Empat di Antaranya Positif Narkoba

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel | Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran

[POPULER JABODETABEK] Remaja Perempuan di Jaksel Selamat Usai Dicekoki Obat di Hotel | Kehebohan Warga Rusun Muara Baru Saat Kedatangan Gibran

Megapolitan
Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com