JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Ratna Sarumpaet telah divonis hukuman dua tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019).
Dia terbukti bersalah, melanggar Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Kebohongan yang dia buat menimbulkan keonaran.
Kebohongan itu telah menyeret nama Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang ketika itu merupakan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Para elite Badan Pemenangan Nasional (BPN) juga ikut terseret karena dituduh turut menyebar kebohongan.
Setelah Ratna divonis, Gerindra DKI Jakarta meyakini bahwa kejadian ini tidak ada sangkut pautnya dengan Prabowo dan Sandiaga.
Ratna mulanya mengaku dianiaya di Bandung, Jawa Barat, pada 21 September 2018. Foto wajahnya yang lebam-lebam beredar dengan cepat di media sosial.
Saat itu, Ratna berstatus sebagai anggota Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019.
Prabowo langsung menggelar konferensi pers menanggapi dugaan penganiayaan terhadap Ratna pada 2 Oktober 2018.
Dalam konferensi persnya, Prabowo mengaku yakin ada motif politik di balik dugaan penganiayaan yang dialami Ratna.
Baca juga: Ini 5 Alasan Hakim Jatuhkan Vonis 2 Tahun untuk Ratna Sarumpaet
"Ya ternyata tidak ada barang yang dicuri, tidak ada uang yang hilang, apalagi kalau bukan proses untuk intimidasi. Saya tidak tanya secara detail tapi ada kata-kata ancaman itu," ujar Prabowo saat itu.
Belakangan diketahui bahwa Ratna rupanya berbohong. Dia tidak dianiaya. Wajahnya lebam-lebam karena operasi plastik.
Beberapa pihak melaporkan Ratna atas kebohongannya ke Polda Metro Jaya.
Dalam laporan itu, tak hanya Ratna yang dilaporkan karena cerita penganiayaan atas dirinya yang ternyata hoaks.
Prabowo, Sandiaga, serta sejumlah pihak seperti Fadli Zon, Rachel Maryam, Ferdinand Hutahean, Habiburokhman, dan Dahnil Anzar Simanjuntak, juga turut dilaporkan.
DPD Partai Gerindra DKI Jakarta juga melaporkan Ratna pada 8 Oktober 2018. Sekretaris Lembaga Advokasi Hukum DPD Partai Gerindra DKI Mohamad Taufiqurrahman mengatakan, Gerindra melaporkan Ratna karena merasa kebohongan yang disampaikan sangat merugikan mereka.
Sebab, dampak yang timbul adalah Prabowo dan elite BPN lain dituduh ikut menyebarkan kebohongan itu.
Baca juga: Perjalanan Hidup Ratna Sarumpaet, dari Layar Perak ke Jeruji Besi karena Hoaks
"Dengan kasus ini, sejumlah kader kami, termasuk Pak Prabowo sebagai ketua partai, yang dilaporkan karena dianggap turut menyebarkan berita bohong. Padahal, ungkapan empati itu timbul karena cerita dari yang bersangkutan (Ratna) sendiri," ujar Taufiq saat mewakili Gerindra melaporkan Ratna.
Namun, Taufiqurrahman menilai vonis Hakim tidak menunjukan hal demikian. Menurutnya, vonis untuk Ratna membuktikan bahwa Prabowo-Sandi tidak terlibat dalam kebohongan itu.
Taufiq menyebut hal itu bisa diketahui dari pertimbangan Majelis Hakim dalam putusannya.
"Dari pertimbangan hukumnya kan tidak membuktikan adanya keterlibatan dari pihak-pihak lain, dalam hal ini termasuk keterlibatan Pak Prabowo dan Bang Sandi," kata Taufiq, Kamis (11/7/2019).
Baca juga: Gerindra DKI: Vonis Ratna Sarumpaet Buktikan Prabowo-Sandi Tak Terlibat
Menurut Taufiq, hukuman dua tahun penjara untuk Ratna cukup menimbulkan efek jera. Dia berharap tidak ada lagi kasus serupa. Sebab, hal itu bisa merugikan pihak lain, seperti Prabowo dan Sandiaga.
"Itu tidak hanya merugikan Gerindra, Pak Prabowo, dan Bang Sandi, ini kan sudah meresahkan publik juga," katanya.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyebut kebohongan Ratna Sarumpaet telah mempropaganda Prabowo dan elite Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02.
Hal ini disampaikan dalam sidang pembacaan vonis dalam kasus penyebaran hoaks dan berita bohong.
"Terdakwa telah berhasil memengaruhi dan mempropagandakan mereka hingga akhirnya mereka melakukan upaya memperjuangkan keadilan terhadap terdakwa," ujar Hakim.
Baca juga: Sebagai Pelapor, Gerindra DKI Sebut Vonis Ratna Sarumpaet Sudah Setimpal
Hakim menyebut cerita bohong soal Ratna yang dipukuli hingga lebam tidak hanya disampaikan kepada staf dan keluarga Ratna saja. Menurut Hakim, ini berbeda dengan pernyataan Ratna yang mengaku berbohong kepada keluarga karena malu.
Menurut Hakim, Ratna malah melanjutkan cerita bohong itu saat bertemu dengan elite BPN dan Prabowo. Status Ratna sebagai juru kampanye BPN, kata Hakim, membuat BPN dan Prabowo bereaksi.
Mereka berupaya memperjuangkan keadilan untuk Ratna Sarumpaet dengan menggelar konferensi pers. Padahal cerita yang disampaikan Ratna adalah kebohongan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.