Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Berkompetisi dan Mengatasi Kecewa Tanpa Bunuh Diri

Kompas.com - 15/07/2019, 07:00 WIB
Heru Margianto

Editor

KOMPAS.com - Seorang siswa di Pontianak, Kalimantan Barat depresi dan sempat mau bunuh diri lantaran tak bisa masuk SMA negeri saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Juni 2019 lalu.

Cerita ini bukan yang pertama. Setahun sebelumnya, seorang siswi SMP Negeri 1 Blitar berinisial EPA (16 tahun) bunuh diri.

EPA diduga bunuh diri karena khawatir tidak bisa diterima di SMA Negeri 1 Kota Blitar pasca-penerapan sistem zonasi.

 

Psikiater dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ menyurvei 910 pelajar dari SMAN dan SMKN terakreditasi A di DKI Jakarta. Hasilnya, sebanyak 5 persen memiliki ide bunuh diri.

Baca: 5 Persen Pelajar di SMAN dan SMKN Unggulan di Jakarta Punya Ide Bunuh Diri

Noriyu mengatakan sekolah memang berperan besar dalam pencegahan bunuh diri anak.

"Harus ada kerja sama dari orang tua dan sekolah untuk bisa melakukan pengawasan yang bisa dikatakan secara komprehensif. Dari prestasi anak bisa diketahui untuk mengetahui kondisi kejiwaan si anak," ujar Noriyu usai sidang doktoralnya tentang ide bunuh diri di kalangan SMA, Kamis (12/7/2019).

Pemerintah telah banyak melakukan program sebagai langkah preventif seperti Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dan Konselor Sebaya, Rapor Kesehatanku, Usaha Kesehatan Sekolah dengan beberapa jalur intervensi atau penanganan masalahnya, poskestren, Sekolah Ramah Anak (SRA), program kesehatan jiwa berbasis sekolah, dan Program di faskes yang bekerja sama dengan BPJS.

Di SMA negeri di Jakarta yang mengklaim ramah anak, sistem ranking atau pemeringkatan tak lagi diterapkan. Harapannya, anak tak tertekan atau terbebani dengan kompetisi.

Ranking dan kompetisi

Begitu pula penerapan sistem zonasi yang tak lagi mengutamakan perolehan nilai anak, melainkan jarak rumah ke sekolah.

Namun Noriyu mempertanyakan efektivitas dan kelangsungannya untuk pendewasaan anak.

"Saya khawatir dengan masalah kompetisi, masak sih kita enggak sanggup menghadapi kompetisi?  Kita dulu menghadapi, you deal with it, tapi anak ini tidak boleh menghadapi realita," ujar Noriyu.

Ia berpendapat tak apa jika berdasarkan penelitian, kebijakan itu berdampak positif untuk kesehatan jiwa anak.

Namun faktanya, berdasarkan penelitiannya, masih banyak anak yang punya ide untuk bunuh diri kendati sekolah sudah mengakomodasi kesehatan jiwa anak.

Baca juga: Ketika Agama Tak Mempan Cegah Remaja Jakarta Bunuh Diri

Penelitiannya pada 2015 dengan P2MKJN Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan juga mengungkap dari 1.014 sampel ditemukan 19 persen memiliki ide bunuh diri tapi tidak melakukan dan 1 persen yang serius ingin melakukan bunuh diri.

Selain itu, di tahun 2015 dilakukan penelitian Global School-Based Student Health Survey (GSHS) oleh Kementerian Kesehatan dengan jumlah responden 10.837 pelajar SMP dan SMA, yang dikategorikan sebagai umur remaja.

Hasilnya, 5,2 persen memiliki ide bunuh diri, 5,5 persen sudah memiliki rencana bunuh diri, dan 3,9 persen sudah melakukan percobaan bunuh diri.

"Kalau tidak biasa dibentuk kompetisi bagaimana menjaga kekecewaan? Kita jaga betul seperti dalam bubble. Tapi bubble itu enggak aman, akan meledak. Gimana tuh?" ujar Noriyu.

Deteksi dini

Gejala bunuh diri perlu diantisipasi oleh orang tua dan sekolah. Depresi yang dialami selama dua minggu bisa jadi perubahan yang perlu diawasi.

"Depresi itu kan dia enggak mau ngapa-ngapain, malas makan, malas mandi, malas keluar rumah," ujar Noriyu.

Selain itu, orang yang hendak bunuh diri akan mendadak melakukan perpisahan. Biasanya, mereka akan meminta maaf dan membagikan barang-barangnya seperti orang tua meninggalkan wasiat.

"Sebelum percobaan ada warning sign. Kadang-kadang misalnya merasa capek dengan kehidupan, lelah minta maaf padahal enggak ada apa-apa. Kayak orang permisi mau say goodbye," kata dia.

Tanda-tanda ini perlu dipastikan dengan memberikan kuisioner berisi 16 instrumen deteksi dini. Faktor yang berpengaruh yakni umur, sekolah, gender, pendidikan ayah, pekerjaan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status cerai orang tua, etnis, keberadaan ayah, keberadaan ibu, kepercayaan agama, depresi, dan stresor.

Hubungi 119

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dalam sebuah kesempatan pernah mengungkapkan kekhawatirannya mengenai fenomena bunuh diri.

Ia menyarankan agar masyarakat saling menjaga dan mengingatkan orang di lingkungannya untuk tidak melakukan hal tersebut.

Jika membutuhkan bantuan untuk konsultasi, masyarakat bisa menghubungi layanan gawat darurat melalui sambungan telepon 119. Baca juga: Pesan Menkes: Hubungi Nomor Ini jika Lihat Potensi Orang Ingin Bunuh Diri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Sebut Perencanaan Batavia 'Contekan' untuk Bangun Jakarta

Sudirman Said Sebut Perencanaan Batavia 'Contekan' untuk Bangun Jakarta

Megapolitan
Sejumlah Titik dan Gedung di Jakarta Padamkan Lampu Malam Ini, Cek Lokasinya

Sejumlah Titik dan Gedung di Jakarta Padamkan Lampu Malam Ini, Cek Lokasinya

Megapolitan
Mobil Tertimpa Pohon Saat Melintas, Sopir dan Penumpang Syok

Mobil Tertimpa Pohon Saat Melintas, Sopir dan Penumpang Syok

Megapolitan
Pohon 15 Meter di Kuningan Mendadak Tumbang, Timpa Mobil yang Melintas

Pohon 15 Meter di Kuningan Mendadak Tumbang, Timpa Mobil yang Melintas

Megapolitan
Ulah Rombongan Tiga Mobil di Depok, Tak Bayar Makan yang Dipesan gara-gara Miskomunikasi

Ulah Rombongan Tiga Mobil di Depok, Tak Bayar Makan yang Dipesan gara-gara Miskomunikasi

Megapolitan
Cerita Karyawan Warteg yang Kebakaran di Duren Tiga: Sempat Mati Listrik 2 Kali sebelum Api Membesar

Cerita Karyawan Warteg yang Kebakaran di Duren Tiga: Sempat Mati Listrik 2 Kali sebelum Api Membesar

Megapolitan
Komentar Sejarawan usai Lihat Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia...

Komentar Sejarawan usai Lihat Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia...

Megapolitan
Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia Memprihatinkan, Sejarawan Nilai Pemerintah Pilih Kasih

Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia Memprihatinkan, Sejarawan Nilai Pemerintah Pilih Kasih

Megapolitan
Gudang Timur Kasteel Batavia di Kota Tua, Cagar Budaya tapi Kondisinya Tak Terawat

Gudang Timur Kasteel Batavia di Kota Tua, Cagar Budaya tapi Kondisinya Tak Terawat

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Megapolitan
Ahmed Zaki Sebut Ridwan Kamil Masih Dipertimbangkan Maju di Jawa Barat

Ahmed Zaki Sebut Ridwan Kamil Masih Dipertimbangkan Maju di Jawa Barat

Megapolitan
Polisi Sebut Penipu Modus “Like-Subscribe” di Youtube Tak Gunakan Data Korban untuk Buka Rekening

Polisi Sebut Penipu Modus “Like-Subscribe” di Youtube Tak Gunakan Data Korban untuk Buka Rekening

Megapolitan
Kasus Penculikan Balita 4 Tahun di Johar Baru Selesai Secara Kekeluargaan

Kasus Penculikan Balita 4 Tahun di Johar Baru Selesai Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Berpotensi Lawan Anies di Pilkada Jakarta, Sudirman Said: Bukan Hal Luar Biasa

Berpotensi Lawan Anies di Pilkada Jakarta, Sudirman Said: Bukan Hal Luar Biasa

Megapolitan
Singgung Kejatuhan VOC karena Korupsi, Sudirman Said: Sejarah Ternyata Berulang

Singgung Kejatuhan VOC karena Korupsi, Sudirman Said: Sejarah Ternyata Berulang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com