Satu sisi, sistem zonasi radius yang diterapkan dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) memang menambah pilihan bagi para siswa untuk menempuh sekolah secara gratis di sekolah negeri. Apalagi, Pemerintah Kota Bekasi cukup gencar menambah unit-unit sekolah baru guna menampung calon siswa.
Baca juga: Hari Pertama Masuk Sekolah, Murid Disambut Angklung hingga Bersihkan Debu Proyek Tol
Akan tetapi, tak banyak yang mendengar nasib sunyi guru-guru swasta, yang porsi makan dirinya dan keluarganya bergantung pada jumlah siswa yang diajar. Hal itu berkorelasi langsung dengan merebaknya sekolah negeri di tempat-tempat yang awalnya "dikuasai" sekolah swasta, termasuk SMP swasta yang satu ini.
"Guru-guru sudah senior semua, karena ya di situlah jiwanya. Saya paling muda, 23 tahun mengajar di sini. Namanya juga sudah mendarah-daging," ujar wakil kepala sekolah ini, santai namun dengan nada pahit yang samar.
"Yang lain sudah lama dari 1983. Zaman kelasnya banyak sampai surut kayak sekarang," kenang sang wakil kepala sekolah.
Kini, SMP swasta itu dikepung enam sekolah lain di satu komplek saja, yang agaknya sanggup memikat lebih banyak calon siswa. Ada 2 SMP negeri, tiga sekolah swasta, dan satu sekolah berbasis agama di Komplek Perumnas 1 Kayuringin.
Wakil kepala sekolah tak tahu bakal jadi seperti apa sekolahnya pada tahun ajar mendatang. Jelas, SMP swasta ini bukan kursus yang menawarkan kelas privat. Apa pun yang terjadi, tampaknya, wakil kepala sekolah dan sederetan guru di belakangnya akan terus bertahan sebisanya di sekolah yang entah berapa lama lagi akan bertahan.
"Kita mencoba memberikan yang terbaik saja. Berapa pun yang masuk, kita hantarkan dia sampai selesai," tutup wakil kepala sekolah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.