Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Target Tinggi dan Kurangnya Kemampuan Polisi Dinilai Picu Kekerasan Saat Penyelidikan

Kompas.com - 19/07/2019, 16:50 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berkomentar tentang tindak kekerasan yang dilakukan polisi terhadap empat pengamen korban salah tangkap.

Menurut dia, tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian saat melakukan penyelidikan atau penyidikan tindak pidana dipengaruhi dua faktor.

Faktor pertama adalah kemampuan penyidikan aparat yang belum merata.

Seorang polisi yang ditunjuk sebagai anggota penyidik harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dalam menangani kasus tindak pidana.

"Kekerasan yang dilakukan sebagian aparat kepolisian terjadi karena masih belum meratanya kemampuan penyidik. Hal ini juga terkait dengan sistem pendidikan di sekolah polisi, terutama pada tingkat Bintara," kata Bambang saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (19/7/2019).

Baca juga: Tanda Tanya Kasus Salah Tangkap dan Penyiksaan terhadap Empat Pengamen Cipulir

Masalah lainnya, ada beberapa aparat kepolisian yang ditunjuk sebagai anggota penyidik walau tak memiliki pengalaman atau kemampuan penyidikan kasus tindak pidana.

"Dari 500.000 lebih anggota kepolisian, tentu tak semua punya kemampuan menyidik. Hanya saja sesuai Undang-Undang Kepolisian, meski tak punya kemampuan menyidik, semua anggota kepolisian punya kewenangan untuk menyidik," ungkap Bambang.

Faktor lainnya yang menjadi penyebab tindak kekerasan oleh anggota kepolisian adalah target dari pimpinan untuk menyelesaikan suatu kasus.

Target penyelesaian suatu kasus tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan penyidikan anggota kepolisian.

Oleh karena itu, Bambang menilai tindak kekerasan menjadi cara anggota polisi untuk memberi tekanan terhadap terduga agar mengakui suatu tindak pidana.

"Dengan kemampuan terbatas dan target yang tinggi akibatnya mereka mengejar setoran penyelesaian kasus. Efeknya, penuntasan kasus yang masuk bisa asal-asalan bahkan tak menutup kemungkinan untuk melakukan rekayasa," ujar Bambang.

"Bentuk rekayasa yang paling menonjol adalah menekan terperiksa untuk mengaku agar bisa dinaikan menjadi tersangka. Salah satu caranya adalah dengan kekerasan itu tadi," lanjutnya.

Baca juga: Menyingkap Kasus Fikri Pribadi Cs, Pengamen Korban Salah Tangkap Polisi

Seperti diketahui, empat pengamen melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta telah menuntut ganti rugi kepada Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI. Salah satu pengamen tersebut bernama Fikri Pribadi.

Kepolisian dan Kejaksaan dianggap salah menangkap empat tersangka dan melakukan kekerasan atas penyidikan kasus pembunuhan Dicky Maulana di kolong jembatan samping Kali Cipulir, pada 2013.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 3 hingga 4 tahun kepada keempatnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Megapolitan
Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com