Di Bekasi, Agus berdagang pernak-pernik 17-an bersama 7 orang rekannya yang sama-sama tinggal di Leles, Garut. Hal ini sudah rutin mereka lakukan sejak 2012 silam.
"Ke sini naik bus, masing-masing bawa 4 karung. Sekarung isinya banyak lah, sekitar 600 lembar," kata Agus.
Agus dan rekan berdagang menyebar di beberapa titik. Mulai membuka lapak sejak pukul 06.00 WIB, Agus dan rekan akan kembali ke rumah indekosnya di belakang Kantor DPRD Kota Bekasi sebelum maghrib. Tak satu pun dari mereka yang berdagang memakai gerobak dorong.
Baca juga: Jual Bendera, Paling Dikit Rp 1 Juta, Paling Tinggi Rp 5 Juta...
"Itu orang-orang Subang, Cirebon, biasanya," ujar Agus soal para pedagang pernak-pernik 17-an yang memakai gerobak dorong.
Agus mengklaim, para pedagang tersebut nasibnya tak seberuntung mereka. Pasalnya, kata Agus, mereka perlu bagi setoran dengan bos.
Sementara itu, dia dan rekan-rekannya asal Leles mengerjakan segala produksi pernak-perniknya secara mandiri. Selepas hegemoni 17-an berakhir, mereka akan fokus menyongsong 17-an edisi berikutnya.
"Kita bikin sendiri, jahit, ada konveksi di sana (Leles). Pusatnya di sana semua bendera. Bahkan orang Cirebon pesannya dari Leles juga," klaim Agus.
Borongan dan omzet Rp 25 juta
Agus mengaku bertahan di Bekasi tak sampai sebulan untuk berdagang pernak-pernik. Tiga hari jelang 17 Agustus, dia dan rekan-rekannya akan pulang ke kampung bagaimana pun kondisinya.
Apabila stok dagangan sudah ludes jauh hari sebelum peringatan hari kemerdekaan, Agus juga akan pulang ke kampung ketimbang mengambil stok dagangan.
"Orang sudah habis," katanya.
Baca juga: Jual Bendera di NTT, Pemuda Asal Garut Ini Raup Rp 1,5 Juta Per Hari
Andai stok dagangannya belum habis terjual pun tak masalah. Pernak-pernik itu masih bisa dilego untuk 17-an edisi tahun depan.
"Disimpan buat tahun depan, enggak luntur kok. Ini tahun kemarin punya nih," kata dia menunjuk salah satu bentangan dekorasi kain merah-putih.
"Sekarang barh terjual 30 lembar. Enggak tentu (kapan habisnya), tapi selama dua minggu palingan terjual 3 karung. Paling laku biasanya mulai tanggal 11-an, H-seminggu lah," Agus menjelaskan.
Para pemesan kebanyakan berdatangan atas nama kelompok dan lembaga. Tak heran, setiap kedatangan order, Agus mengaku sanggup melego pernak-pernik dalam jumlah besar.
"Banyak yang beli justru perusahaan. Bisa 100-200 biji untuk kantor, RT-RT. Nih plaza, belinya di sini," sebut Agus mengarahkan telunjuknya ke gedung Bluplaza.
Lantaran banjir order borongan, Agus mengklaim dirinya bisa meraup omzet puluhan juta dalam satu edisi 17-an. Semua hanya dari jualan pernak-pernik di pinggir jalan, tanpa memasukkan beberapa stok dagangan pernak-pernik ke pasar atau toko.
"Sekitar Rp 35 juta. Itu kotor. Bersihnya Rp 25 jutaan lah dalam waktu dua minggu terakhir," kata dia.
"(Tahun depan) iya lah jualan di sini lagi. Sudah nyaman, enggak usah ke luar kota lagi makanya," tutup Agus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.