JAKARTA, KOMPAS.com - Dua dari 12 terdakwa kasus kerusuhan 21-22 Mei 2019 mengajukan eksepsi saat proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).
Dua orang ini mengajukan eksepsi setelah jaksa penuntut umum selesai membacakan dakwaan.
Salah satunya adalah Muhammad Harry (22). Kuasa Hukum Harry, Jerry Hardiansyah menjelaskan alasannya mengajukan eksepsi.
Menurut kliennya, penyidikan yang dilakukan polisi tidak sesuai dengan prosedur hukum.
Sebab saat itu kliennya dipaksa untuk mengaku yang bukan perbuatannya. Bahkan, ia diancam dan dipukuli oleh aparat agar mengaku.
"Ketika di BAP (Berita Acara Perkara) dia (Harry) dipaksa untuk mengaku. Polisi bilang 'kalau enggak mau ngaku nanti saya...', pokoknya diancam. Bahkan dia sempat dipukul dipaksa untuk mengaku yang bukan salahnya," kata Jerry di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu.
Baca juga: Mahasiswa yang Ditangkap Saat Kasus Kerusuhan 22 Mei Disebut Simpatisan Prabowo-Sandi
Menurutnya, saat 22 Mei 2019 itu, Harry bersama kakak sepupunya hanya melintas di depan Bawaslu.
Namun, ia terkepung di antara pendemo yang saat itu bertindak anarkis atau rusuh.
"Pada saat kerumunan massa dia berada di situ tapi bukan bagian dari pendemo," katanya.
Ia juga mengatakan, saat itu kliennya dituduh memegang batu dan melempar ke arah aparat polisi.
Padahal saat itu kliennya hanya terkepung di antara pendemo yang rusuh.
"Menurut Harry dia tidak pegang batu. Dia mungkin di antara kerumunan dan ikut lari karena panik," katanya.
Terdakwa lain yang mengajukan eksepsi adalah Fedrik Mardiansyah.
Sementara, Kuasa Hukum terdakwa Fedrik Mardiansyah (32), Febry Febriansyah mengatakan hal yang sama.
Baca juga: Terdakwa Kerusuhan 22 Mei 2019 Minta Maaf di Hadapan Hakim
Menurutnya, surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya yang dialami kliennya.