JAKARTA, KOMPAS.com - Tamsis selaku Ketua RW 08 Jalan Tanah Rendah, Kampung Melayu, Jatinegara mengklaim bahwa reklamasi bantaran kali Ciliwung tidak mempersempit ukuran kali.
"Tentunya bukan menjadi sempit, malah (ukuran) kembali seperti semula," ujar Tamsis saat ditemui di kediamannya, Kamis (15/8/2019).
Dia menjelaskan awalnya tanah pinggiran kali yang ditempati warga terkikis sedikit demi sedikit karena terpaan aliran air kali.
Warga bantaran kali pun khawatir jika tanah pinggiran tempat mereka tinggal menjadi longsor.
Karena itulah mereka memperluas lahan atau melakukan "reklamasi" dengan puing-puing bebatuan agar dapat menahan terpaan air sungai dan banjir.
Baca juga: 4 Fakta Warga Bikin Reklamasi di Bantaran Kali Ciliwung
Dari data yang dia punya, terdapat 49 rumah di RW 08 yang tinggal di pinggiran kali. Ke-49 rumah itu melakukan pelebaran lahan di pinggir kali Ciliwung dengan menggunakan puing bebatuan.
"Iya karena mereka takut kalau banjir, wah serem kalau banjir di sini," ujar Tamsis.
Terkait asal muasal bebatuan tersebut, Tamsis menjelaskan bahwa bebatuan diambil dari galian jalan setapak di wilayahnya yang sedang dalam proses pembangunan selokan.
"Kan di kawasan ini sedang ada pemasangan U-ditch segi empat. Nah jadinya kami ngeruk tanah kedalaman 70 centimeter dan lebar 40 centimeter lah," ujar dia.
Batuan tersebut itulah yang akhirnya dimanfaatkan warga setempat untuk membuat dataran buatan di pinggir kali.
Baca juga: Asal Muasal Bebatuan yang Digunakan Warga untuk Reklamasi Kali Ciliwung
"Jadi warga pada minta, 'Pak RW bagi puingnya dong'. Puinya buat nahan air kalau banjir dan ombak air. Puing-puing itu baru ditaruh pinggir kali sejak tiga bulan terakhir," ucap dia.
Sebelumnya, pelebaran tanah atau "reklamasi" ala warga bantaran kali Ciliwung ini sempat menyita perhatian masyarakat. Pelebaran lahan tersebut cukup meresahkan warga sekitar karena mempersempit lebar dari kali Ciliwung.
Meski diklaim Tamsis tidak akan mempersempit kali Ciliwung, nyatanya hal ini tetap saja membuat warga di seberang kali merasa resah.
Salah satu warga yang merasakan dampaknya adalah Pierre (36). Dia khawatir tanah tempat bangunannya berdiri terkikis dan berpotensi longsor karena ditabrak aliran air.
"Yang kita khawatirkan karena ada bebatuan itu, airnya jadi lebih deras ke sini. Jadi pengikisan makin parah," ujar Pierre saat ditemui Kompas.com, Rabu (14/8/2019).