JAKARTA, KOMPAS.com - Tak butuh waktu lama lagi, calon legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Viani Limardi (33) akan duduk di kursi Dewan di Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Viani adalah salah satu dari 106 anggota DPRD DKI terpilih periode 2019-2024 yang ditetapkan KPU DKI.
Wanita keturunan Tionghoa yang berprofesi sebagai pengacara itu berhasil menjadi salah satu dari delapan anggota dewan asal PSI. PSI meraup 404.508 suara dari hasil Pemilu Legislatif 2019 lalu.
Kepada Kompas.com pada Kamis (15/8/2019), Viani menceritakan awal ketertarikannya terjun ke dunia politik. Jalannya tidak mudah karena Viani harus menghadapi pergulatan batin sebelum memutuskan terjun ke politik.
Baca juga: Galang Dana Kampanye Rp 1 Miliar, Ini yang Dilakukan Caleg PSI
Awalnya, Viani mengaku hanya membantu kepengurusan PSI di bagian hukum sejak tahun 2016.
Hingga pada Agustus 2017, Viani mendapat tawaran dari PSI untuk menjadi calon legislatif (Caleg) DPR RI. Namun, ia menolak tawaran tersebut karena ia masih belum memiliki ketertarikan bergelut di dunia politik.
"Aku ditawari sama partai (PSI) untuk maju sebagai caleg DPR RI Jawa Timur. Tapi, aku menolak karena memang dari dulu aku anti politik," kata Viani.
Kagum pada Ahok dan keputusan menjadi caleg
Keputusan Viani pun berubah setelah dirinya bertemu dengan seorang pemulung di kawasan Jalan Merdeka Barat pada tahun 2018. Kala itu, pemulung itu menyampaikan keluhannya yang sulit mencari rezeki di Jakarta.
Bahkan, pemulung itu hanya mampu makan sekali dalam sehari. Kenyataan itu seakan membuka mata Viani tentang kondisi masyarakat Jakarta.
Ia tak menyangka masih ada sejumlah masyarakat Jakarta yang kesulitan mencari nafkah. Padahal, menurut Viani, Jakarta adalah Ibu Kota negara Indonesia yang menjadi pusat perekonomian.
"Saat itu aku kaget, ini Jakarta loh, selama ibu aku berpikir kalau orang susah mencari makan itu sebagian besar ada di luar Pulau jawa. Waktu itu aku hanya berpikir untuk mencari pertolongan, masa kondisi Jakarta seperti ini," ungkapnya.
Baca juga: Ima Mahdiah, Eks Staf Ahok, Punya 2 Cara Hindari Korupsi di DPRD DKI
Kala itu, orang pertama yang terlintas di pikiran Viani adalah Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Ia mengagumi sosok Ahok sehingga ia percaya Ahok dapat mengubah nasib masyarakat Jakarta.
Namun, saat itu, Ahok masih ditahan di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk membuat perubahan dari diri sendiri.
Ia pun memutuskan maju sebagai caleg DPRD DKI untuk memperjuangkan nasib masyarakat Jakarta menjadi lebih baik. Wanita kelahiran 1985 itu merasa anggota dewan yang duduk di kursi DPRD DKI belum dapat menampung aspirasi dan memperjuangkan nasib rakyatnya.
"Pak Ahok waktu itu masih di Mako Brimob, aku berpikir mau menunggu berapa lama lagi. Daripada menunggu yang tidak pasti, kenapa enggak kita saja yang membuat perubahan. Sekecil apapun itu, kita lakukan saja semampu kita," ujar Viani.
"Tapi aku memutuskan untuk maju sebagai caleg DPRD DKI karena aku merasa terpanggil di Jakarta. Ini adalah tempat tinggalku, aku mau berkarya di sini (Jakarta)," lanjutnya.
Perjuangan di dapil neraka
Pergulatan batin belum usai karena Viani harus memutuskan daerah pemilihannya (Dapil). Viani pun meminta waktu selama sebulan untuk blusukan ke wilayah Jakarta. Ia ingin melihat secara langsung kondisi masyarakat Jakarta.
Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk maju sebagai caleg dapil DKI Jakarta 3 yang mencakup Tanjung Priok, Penjaringan, dan Pademangan.
"Yang benar-benar membuat aku memutuskan memilih dapil DKI Jakarta 3 adalah Tanjung Priok. Alasannya, Tanjung Priok adaah salah satu wilayah di Jakarta dengan kondisi terparah," ungkap Viani.
Sebagian besar rekannya meragukan pilihan Viani. Menurut mereka, dapil DKI Jakarta 3 adalah dapil neraka bagi Viani yang merupakan keturunan Tionghoa.
Namun, Viani tetap yakin dengan pilihannya tersebut. Ia tak gentar menghadapi penolakan masyarakat dengan alasan keturunan Tionghoa.
Fakta di lapangan pun berbanding terbalik dengan keraguan rekan-rekan Viani. Masyarakat dapil DKI Jakarta menerima Viani selama masa kampanye dengan baik. Tak pernah ada penolakan atau pengusiran. Viani merasakan kehangatan keluarga dan toleransi antar masyarakat.
"Tapi menariknya aku merasa selama kampanye, aku merasa diterima dengan sangat baik. Aku enggak pernah diintimidasi atau diusir. Sampai sekarang jika aku berkunjung ke Tanjung Priok, aku merasa di rumah. Orang-orangnya sangat beragam, toleransinya sangat tinggi, dan semua orang membaur," ujar Viani.
Viani sadar bahwa terpilihnya dirinya sebagai anggota dewan adalah awal perjuangan bersama rakyat. Ia ingin menjalankan visi misi yang ia sampaikan selama masa kampanye.
Ia pun ingin menuntaskan masalah masyarakat Jakarta yang ia dengar selama blusukan. Salah satu visinya adalah membuka kembali pengaduan masyarakat di Balai Kota.
"Begitu aku dilantik, aku akan membuka lagi pengaduan masyarakat yang dulu ada pada zaman Bapak Ahok di Balai Kota. Masyarakat boleh datang setiap hari ke Kebon Sirih, menemui aku, sampaikab keluhannya, nanti kita follow up untuk penyelesaiannya," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.