Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jatuh Bangun Hardiyanto Kenneth, Minoritas yang Dapat Kepercayaan Jadi Anggota Baru DPRD DKI

Kompas.com - 18/08/2019, 06:00 WIB
Walda Marison,
Jessi Carina

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Namanya Hardiyanto Kenneth. Bagi sebagian orang, nama ini mungkin agak asing. Namuntidak menutup kemungkinan juga banyak orang yang mengenal pria berusia 38 tahun ini.

Hardiyanto adalah salah satu kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang lolos dalam pemilihan calon legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.

Dengan partai berlogo kepala banteng bermoncong putih itu, dia berhasil mendapat kepercayaan warga Jakarta Barat Dapil X.

Hardiyanto juga merupakan satu dari puluhan wajah baru yang akan menempati kuris empuk anggota DPRD DKI periode 2019-2024.

Tidak mudah bagi dia untuk bisa mencapai posisi seperti sekarang ini. Banyak lika–liku yang harus dihadapinya dari awal berkarir di dunia politik hingga menjadi sang wakil rakyat.

Terlebih statusnya sebagai kaum minoritas yakni berdarah Tionghoa sempat jadi hal yang dipermasalahkan warga.

Kepada Kompas.com, Hardiyanto bercerita tentang perjuangannya selama meniti karir di dunia politk.

Baca juga: Ima Mahdiah, Caleg PDI-P Terpilih Bakal Boyong Gagasan Ahok ke DPRD DKI

Titik nol Hardiyanto Kenneth

Hardiyanto terlahir sebagai putra tunggal di keluarga yang sederhana. Dia lahir di Medan, Sumatera Utara pada 13 April 1981.

Ayah dan ibu Hardiyanto bukan orang yang bergelimang harta. Untuk menafkahi keluarga, ayahnya harus bekerja banting tulang sebagai karyawan pabrik sementara ibunya bekerja sebagai guru.

Kini kedua orangtua Hardiyanto sudah meninggal dunia.

"Saya ini yatim piatu, saya anak tunggal enggak punya siapa–siapa, kepergian orangtua itu sangat membuat saya terpukul," ujar Hardiyanto saat berbincang dengan Kompas.com di salah satu restoran di Jakarta Barat, Selasa (13/8/2019).

Namun dengan kondisi tersebut, bukan berarti dia harus berhenti menjalani hidup. Dia tetap melangkah dalam kesendirianya melalui masa sulit.

Untuk sekolah sampai urusan makan, dia mengaku banyak dibantu orang. Sebab dia memang tidak punya biaya sama sekali.

"Saya rasakan berkat Tuhan begitu banyak buat saya, sekolah hingga kuliah dibantu orang, makan dibantu orang. Dan berkat dari Tuhan kan bukan karena uang saja, kita dikasih kesehatan, hubungan dengan orang baik, punya anak–anak dan keluarga sehat itu juga berkat Tuhan loh," kata dia..

Hingga akhirnya, gelar sarjana hukum pun disabet Herdiyanto Kenneth.

Dari pengacara hingga masuk ke parpol

Sebagai pengacara, beradu debat di ruang sidang adalah hal biasa bagi dia. Argumen hukum apa pun akan dilontarkan demi membela kliennya. Namun tiba saatnya ketika hati Hardiyanto terketuk untuk mau membela rakyat jelata.

Baca juga: Dari Penyanyi Cilik, Tina Toon Melenggang Jadi Anggota DPRD DKI

Keinginan ini timbul karena mengingat banyaknya tangan-tangan baik yang telah mengantarkannya sampai seperti sekarang saat ini.

"Karena kalau dipikir belakang memang saya ini bukan anak orang kaya. Tapi saya bisa ada sampai hari ini pun karena banyak orang nolong saya. Jadi apa pun yang sudah saya terima saya harus sukuri. Sekarang bagaimana caranya saya mau bantu mereka–mereka rakyat biasa," kata dia lugas.

Dia pun membulatkan tekat untuk melepas kenyamanan sebagai pengacara dan melenggang ke dunia politik.

"Karena kalau mau nolong rakyat, kita enggak akan bisa kalau masih jadi pengusaha. Jadi pejabat satu satunya jalan karena kita bisa bantu pakai uang negara," jelas dia.

Dipandang sebelah mata...

Pada 2010, Hardiyanto resmi menjadi kader Partai Gerindra. Dia kemudian maju sebagai caleg DPRD DKI Jakarta pada Pileg 2014 mewakili daerah pemilihan Jakarta Barat (Dapil X).

Namun nasib belum berpihak pada dia.

Kegagalan harus diterima karena hanya meraup suara sekitar 11.000. Namun dia tidak berkecil hati. Keinginan kembali mencalonkan diri pun tidak padam dan bertekad akan bertarung lagi di pileg berikutnya.

Di tengah jalan, dia merasa tidak memiliki kesamaan visi dan misi lagi dengan Partai Gerindra.

"Saya ini orangnya berwarna, bukan abu–abu. Saya putih ya putih. Hitam ya hitam. Kalau enggak suka ya bilang enggak suka dan sebaliknya,” kata dia sambil terlihat antusias.

Singkat cerita, dia pun keluar dari Gerindra dan masuk ke PDI-P.

Baca juga: Sampai Ratusan Juta, Berapa Penghasilan Anggota DPRD DKI Jakarta?

Namun berita miring mulai menyelimuti kiprah Hardiyanto di partai besutan Megawati Soekarnoputri itu. Dianggap orang baru, tidak punya kenalan, tidak ada "bekingan", dan belum punya power di dalam partai merupakan bentuk keraguan yang orang sematkan padanya.

"Saya ini bukan keturunan darah biru. Jadi saya enggak kenal siapa–siapa,” kata dia.

Namun dia tidak berkecil hati. Kinerjanya selama di partai pun dibuktikan sehingga partai mau mencalonkan dirinya maju di Pileg 2019.

"Saya merasa ini Tuhan buka jalan buat saya. Kalau dibilang hebat saya sebenarnya enggak hebat-hebat banget. Mungkin PDI-P lihat saya orangnya semangat, postif thinking , mau berjuang," ucap dia.

Masalah lain pun kembali muncul. Statusnya sebagai keturunan Tionghoa membuatnya  sempat jadi keraguan warga untuk memilihnya di dapil X, Jakarta Barat. Bahkan beberapa warga sempat menyebut dia kafir dan tidak pantas memimpin.

"Saya jadi kafir itu saya enggak bisa milih. Kalau Tuhan kasih saya pilihan lahir sebagai kafir saya enggak mau pilih lahir di Indonesia. Saya minta lahir di Amerika, di Hongkong. Tapi hari ini saya lahir di Indoensia, yang Anda bilang kafir ini bisa menolong Anda juga kan," ucap dia.

Pada akhirnya, persoalan ini menjadi angin lalu. Buktinya dia berhasil menang di Dapil X dengan perolehan suara 21.870.

Janji-janji...

Memperlancar birokrasi jadi fokus jangka pendek Hardiyanto setelah dilantik sebagai anggota DPRD DKI. Dia menilai berbelit-belitnya birokrasi menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan.

"Saya janjikan warga tidak kesulitan dalam masalah adminsitrasi. Seperti misalnya kita bantu ada ibu lahiran tapi enggak punya uang, bayinya ditahan di rumah sakit. Kalau ada ijazah anak ditahan karena belum bayar sekolah saya perlancar birokrasi agar bisa terbayar. Kalau masalah uang jangan minta sama saya, tapi masalah birokrasi ini yang akan saya bantu," ujar dia.

Tidak hanya itu, dia menjanjikan akan mencari solusi untuk mendaur ulang sampah yang ada di Jakarta. Apalagi jumlah sampah di Jakarta makin menumpuk dan tempat penampungan yang ada pun telah melebihi kapasitas.

Baca juga: Syahrial dari PDI-P, Jadi Anggota Tertua DPRD DKI Periode 2019 - 2024

Selama ini, citra korup sering dilekatkan kepada anggota legislatif. Melihat hal itu, Hardiyanto menilai semua itu kembali kepada masing-masing.

"Bagi saya politik adalah sesuatu yang netral. Mungkin sebagian orang menilai politik sebagai sesuatu yang jahat. Bagi saya tergantung kitanya. Kita mau jadikan politik ini putih atau hitam, jangan abu abu. Mau baik atau buruk itu tergantung orangnya," terang dia.

Dia berharap kinerjanya lima tahun ke depan tidak mengecewakan warga Jakarta, khususnya pemilihnya di Jakarta Barat. Dia pun mewanti-wanti dirinya sendiri agar tidak tersandung kasus korupsi.

"Ya lurus-lurus saja jadi pejabat, ngapain sih main–main (korupsi). Kita minoritas bos, kalau ketangkep KPK wah kan malunya minta ampun," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com