Meski demikian, selama tinggal di Kampung Kusta dalam kurun waktu 4 bulan, istri dan keluarganya belum sekali pun menjenguk Hendra.
Tetapi Ia mengaku tak apa-apa dan memaklumi hal tersebut.
"Enggak apa-apa mungkin mereka sibuk," ujarnya.
Dari terpaksa menjadi betah di Kampung Kusta
Hampir mirip dengan Hendra, Juleha awalnya juga terpaksa tinggal di Kampung Kusta karena penyakit yang dideritanya.
Kurang lebih 20 tahun, Ia mencoba menerima kondisi maupun lingkungannya.
Mengalami penyakit kusta sedari duduk di bangku SD, membuat Juleha tegar. Ia lalu dibawa oleh keluarganya berobat di RS Sitanala.
Bersama tantenya, Juleha akhirnya menetap di Kampung Kusta.
"Dulu sama tante di sini. Sedih kan namanya masih muda tapi harus tinggal lingkungannya begini," tutur wanita 35 tahun ini.
Lama kelamaan, Juleha merasa bahwa kesedihannya justru tak berguna. Ia pun tak mungkin berbuat banyak karena dibatasi kondisi tubuhnya yang sakit.
Baca juga: Bukan Kutukan, Penyakit Kusta Diberantas dengan Gelang Permata
"Enggak mungkin meronta enggak tinggal di sini kan. Jadi ya sudah. Ternyata lama-lama justru betah," kata dia.
Ia mengaku ada hal di Kampung Kusta yang membuatnya nyaman, yakni kerukunan dan solidaritas antarwarga.
Bahkan mereka tak segan saling menolong satu sama lain termasuk urusan menjaga anak maupun urusan dapur.
"Kadang saling bagi-bagi sayur. Saya juga suka nitip anak. Mungkin karena kondisi kami kan hampir sama semua," ungkapnya.
Kondisi Juleha kini memang cukup memprihatinkan. Akibat kusta Ia harus rela kehilangan jari dan sebagian kakinya.
Untuk berjalan, Juleha menggunakan kaki palsu yang diterimanya gratis dari pemerintah.
"Sudah ada kali 10 tahunan pakai kaki palsu. Sekarang sudah mulai rusak, jadi kalau di rumah ngesot enggak pakai kaki ini. Lutut saya sering berdarah," cerita Juleha dengan mata berkaca-kaca.
Baca juga: Bisa Dicegah dan Obatnya Gratis, Kok Kusta Masih Ada di Indonesia?
Padahal, ibu tiga anak ini punya banyak tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga. Ia harus bertahan meski terkadang berjalan hanya menggunakan lutut.
"Kan kami punya anak kecil takut copot di jalan takut ngesot. Sekarang jalannya enggak jauh-jauh. Sebenarnya ingin punya kaki palsu yang baru takut ke mana-mana ngambil rapor nganter anak tapi kondisinya udah rusak," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.