Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Ungkap Rencana Peledakan dengan Peluru Katapel Saat Pelantikan Jokowi-Ma'ruf

Kompas.com - 21/10/2019, 17:35 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi kembali mengungkap kelompok yang merencanakan aksi penggagalan acara pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober kemarin.

Penggagalan acara pelantikan itu berupa aksi peledakan bom menggunakan 'peluru katapel' yang terdiri dari katapel dan bola karet yang akan dilempar ke Gedung DPR RI.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, kelompok tersebut masih berkaitan dengan aksi penggagalan pelantikan yang direncanakan oleh dosen non-aktif Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith.

Polisi menangkap enam tersangka dalam terkait perencanaan bom menggunakan 'peluru katapel' tersebut, masing-masing berinisial SH, E, FAB, RH, HRS, dan PSM.

Keenam tersangka tergabung dalam sebuah grup WhatsApp bernama F.

Argo mengungkapkan, grup tersebut beranggotakan 123 orang dan bertujuan untuk merencanakan aksi menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih menggunakan 'peluru katapel'. Grup WhatsApp itu dibentuk oleh tersangka SH.

Baca juga: Polisi: Eggi Sudjana Diperiksa karena Masuk Dalam Grup WhatsApp Perencanaan Bom

"Tersangka SH sering komunikasi dengan tersangka AB (Abdul Basith). Ada kaitannya untuk merencanakan aksi penggagalan pelantikan dengan mendompleng unjuk rasa," kata Argo dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (21/10/2019).

Sementara itu, Argo menambahkan, keenam tersangka memiliki peran yang berbeda-beda dalam merencanakan aksi peledakan.

Tersangka SH yang berprofesi sebagai mantan pengacara berperan sebagai pencari dana untuk membuat bom 'peluru katapel', menyediakan katapel jenis kayu dan besi, dan membuat grup WhatsApp guna koordinasi perencanaan aksi.

"Peluru katapel itu nantinya digunakan untuk menyerang aparat (di Gedung DPR RI)," ungkap Argo.

Tersangka kedua berinisial E yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Dia ditangkap di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.

"Yang bersangkutan (tersangka E) saat ditangkap sedang membuat peluru katapel bersama tersangka SH. Tersangka E berperan untuk membiayai pembelian katapel, menyediakan tempat untuk pembuat katapel, dan membantu menyediakan bahan peluru katapel," jelas Argo.

Baca juga: Eggi Sudjana Sering Jadi Pelanggan Jasa Pijat Tersangka Perakit Bom

Tersangka ketiga berinisial FAB yang berprofesi sebagai wiraswasta. Dia juga berperan untuk membuat peluru katapel, menyediakan tempat untuk pembuatan peluru katapel, hingga mendanai pembuatan bahan peledak itu.

"Yang bersangkutan pernah memberikan dana (untuk pembuatan peluru katapel) senilai Rp 1,6 juta kepada tersangka SH," ungkap Argo.

Tersangka keempat adalah tersangka RH yang ditangkap di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Dia berperan membuat katapel dari kayu yang nantinya dijual ke tersangka SH.

"SH sudah memesan 200 katapel, tapi yang sudah terjual baru 22 katapel. Satu katapel harganya Rp 8.000," kata Argo.

Tersangka selanjutnya berinisial HRS yang ditangkap di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Dia berperan sebagai penyandang dana pembuatan bom 'peluru katapel'. Tersangka HRS bahkan diketahui telah memberikan uang senilai Rp 400.000 kepada tersangka SH.

Baca juga: Pengacara: Eggi Sudjana Ditangkap untuk Diklarifikasi sebagai Saksi Kasus Perakit Bom

Tersangka terakhir yang diamankan adalah tersangka PMS. Dia berperan sebagai orang yang membeli katapel dan karet katapel secara online.

"Saat ditangkap, yang bersangkutan (tersangka PSM) berusaha lari dengan memanjat atap rumah," ujar Argo.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 187 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Undang-Undang Darurat dengan ancaman hukuman lima sampai dua puluh tahun penjara.

Sebelumnya diketahui, Abdul Basith juga terlibat dalam peledakan menggunakan bom molotov saat kerusuhan di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat, 24 September 2019 serta rencana peledakan bom rakitan saat aksi unjuk rasa Mujahid 212 pada 28 September 2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com