Dalam proses belajar, para mahasiswa akan membuat sebuah sebuah karya berdasarkan konsentrasi yang dituju. Nantinya, karya-karya ini akan dipamerkan setiap tahun di sebuah eksebisi.
Sedangkan untuk lulus dari program ini, para mahasiswa mendapatkan tugas akhir di semester enam berupa karya dan tulisan yang didampingi oleh dosen. Tulisan itu membahas karyanya, seperti cara pemasaran, promosi, serta deskripsi karya tersebut.
Karya itu nantinya akan dipamerkan di eksebisi dan mempertunjukkan karya seni teater dan tari yang diadakan setiap tahun. Eksebisi itu dilakukan di berbagai tempat, seperti Gedung Kesenian Usmar Ismail dan Kementrian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) Republik Indonesia.
Baca juga: Ini 8 Instansi dan Formasinya yang Merekrut Disabilitas di CPNS 2019
Dalam pameran itu, tak hanya karya dari semester enam saja, tetapi juga karya dari mahasiswa semester dibawahnya.
Dalam mendukung bakat mahasiswanya, MP-WNBK juga membentuk band yang terdiri dari mahasiswa penyandang disabilitas. Band ini bernama Wanna Be Kool Band atau yang diikenal WNBK Band.
Band ini beranggotakan Adhika Widyandara sebagai drummer, Rafif Dewantara (keyboardist), Arinanda Mukti Prabowo (gitaris), Andika Adi Pradana (bassist), serta Naufal Ade Raihan dan Muhammad Aulia (vokalis.) WNBK Band sudah sering tampil untuk mengisi berbagai acara dan pernah meraih juara III dalam acara “Autism Awarness Day 2019”.
Selain itu, terdapat juga pelatihan yang bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti pelatihan International Computer Training (ICT) dari Korea Society Rehabilition of Persona with Disabilities (KRPD) dan kerja sama dengan BPRTIK Kemenkominfo yang dapat melatih kemampuan mereka.
Untuk tes masuknya ada empat jenis tes, yaitu tes akademik (pengetahuan dasar), tes non-akademik (keahlian), tes psikologi, serta tes wawancara.
Tak hanya wawancara pribadi, tetapi juga wawancara calon mahasiswa dan orang tua mahasiswa. Untuk biaya perkuliahan per semester di program MP-WNBK pada saat ini berkisar Rp 5 juta.
Vera (50), salah satu orang tua mahasiswa mengetahui program pendidikan ini dari tetangganya.
“Sebelum kuliah di sini, Dastin, anak saya berkuliah di salah satu universitas, namun hanya tiga bulan saja. Hal itu karena ia memiliki masalah dalam mengontrol emosi dan kesulitan bersosialiasi,” ujar Vera.
Vera menambahkan, Dastin meminta untuk pindah kampus karena dirasa kurang cocok dengan lingkungan di kampus sebelumnya.
Dengan adanya program ini, diharapkan dapat membuka kesempatan bagi siapapun, khususnya penyandang disabilitas untuk bisa mengenyam pendidikan lebih tinggi.
Diharapkan pemerintah membuka jurusan khusus bagi penyandang disabilitas dan mempunyai perhatian lebih kepada mereka. Karena setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapat memperoleh pendidikan sebagaimana ditulis dalam UUD 1945 pasal 31.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.