Tak kunjung adanya kejelasan membuat mereka terkatung-katung dan dibayar selayaknya guru honorer.
“Saat ini keadaan kami masih sama, digaji Rp 150.000 per bulan dan dibayarkan 3 bulan sekali,” kata Titi.
Ketentuan CPNS 2019 pun tak kalah bermasalah.
Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 36 Tahun 2018 mengatur, seseorang harus berusia maksimal 35 tahun untuk menjadi guru PNS dalam CPNS 2019.
Beleid tersebut jelas sulit dipenuhi oleh guru-guru honorer atau kontrak yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi coba menyiasatinya dengan mekanisme tenaga kependidikan kontrak.
Mekanisme ini membuat sekitar 5.600 guru di Kota Bekasi bukan lagi berstatus honorer, melainkan guru kontrak, sejenis PPPK dalam lingkup nasional.
Jumlah ini setara lebih dari 50 persen dari ketersediaan guru di Kota Bekasi, yakni 11.065 orang.
"Sekarang kan sudah tidak ada guru digaji oleh sekolah. Sekarang semuanya oleh APBD," ujar Inayatullah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Senin (25/11/2019) sore.
Inayatullah mengatakan, dari segi kesejahteraan, guru-guru kontrak di Kota Bekasi cukup baik karena digaji Rp 3.900.000 per bulan lewat rekening masing-masing.
Ketua FPHI Firmansyah tak menampik jika mekanisme itu cukup membantu meningkatkan kesejahteraan eks guru honorer di Bekasi.
Meskipun pernah gaji tidak turun hingga 3 bulan, dan kini mereka kerap telat gajian hingga 2 pekan, Firmansyah mengapresiasi langkah ini dari segi peningkatan kesejahteraan.
Namun, Firmansyah ogah berpuas pada mekanisme ini. Menurut dia, pengangkatan sebagai PNS tetap jadi desakan utama para guru honorer di mana pun berada.
Pasalnya, menjadi PNS, selain berarti kesejahteraan materiil yang lebih layak, juga soal masa depan yang lebih terjamin.
Bukan hanya soal dana pensiun. Dengan diangkat jadi PNS, guru-guru kontrak tak perlu menghadapi “opsi perpanjangan” tiap tahun atau, dalam kemungkinan terburuk, diputus kontrak dengan berbagai dalih soal kinerja yang bisa saja terjadi.