Kondisi ideal dimaksud adalah letaknya yang jauh dari aktivitas manusia sehingga tidak menimbulkan noise saat sensor dipasang. Namun, kendala klasik pencurian alat sensor deteksi gempa tersebut seringkali dikhawatirkan terjadi.
Seperti kasus sensor tsunami di Palu beberapa waktu lalu. Setelah dipasang, sebentar saja, sensor tersebut hilang diambil masyarakat yang usil.
"Padahal kita sudah tuliskan milik negara dan lain-lain. Tetap saja dicuri," Urip sambil membuka pintu bunker tempat disimpannya detektor gempa.
Baca juga: Wagub Jabar Minta Pemda Periksa Detektor Tsunami di Pantai Selatan
Ruangan sempit tersebut terputus dari aliran listrik umum milik PLN. Menggunakan listrik dengan panel surya jauh lebih aman dari pemadaman, kata Urip.
Tapi tidak untuk sensor-sensor yang diletakkan di luar sana, tak aman oleh mereka yang usil mencuri sensor milik BMKG.
Sensornya saja diambil, terlebih menggunakan panel surya, bisa saja sensor dan panel surya diambil satu paket oleh pencurinya
Padahal, kata dia, pencurian alat tersebut bisa berakibat fatal dengan penanganan infromasi jika terjadi gempabumi di wilayah alat yang telah dicuri. Beruntung, kata dia, wilayah II sangat jarang terjadi pencurian alat sensor deteksi gempa.
Kami bergeser ke alat-alat manual yang masih digunakan untuk memberikan akurasi data maksimal. Teknologi, kata dia, seringkali tidak bisa menggantikan pengukuran manual yang sudah ditemukan beberapa abad lalu.
Misalnya, terdapat termometer dengan bahan kaca dan air raksa untuk mengukur suhu udara dan kelembaban.
Termometer tersebut di dalam sangkar Stasiun Geofisikan Klas 1 Tangerang. Juga pengukur mekanik kecepatan angin dan arah angin yang berputar tenang seiring dengan cuaca saat kami berada di sana.
"Kadang error selalu ada di sistem otomatis. Justru alat manual ini sering lebih akurat," kata Rully.
Selain ditugaskan menjadi para pemerhati pergerakan tektonik, Rully dan kawan-kawan ditugaskan untuk terus menjaga akurasi arah utara dari kompas yang digunakan para pelaut.
Medan magnet menjadi bagian penting untuk perjalanan para pelaut. Akan tetapi medan magnet bumi juga seringkali berubah. Ketika timbul gelombang magnetik di satu titik, seringkali jarum kompas keliru untuk menentukan arah utara.
Tapi kian hari, kata Rully, untuk mengukur pergerakan medan magnet kian susah di tengah pembangunan Kota Tangerang yang makin meluas.
Kantor yang terletak di sebelah utara Stasiun Tanah Tinggi tersebut terganggu oleh medan magnet yang dibawa kereta listrik beserta arus voltase sebagai penggeraknya.