JAKARTA, KOMPAS.com - Matahari siang terasa cukup panas dan jam pun menunjukkan pukul 11.00. Hari itu, Jumat (6/12/2019) hanya ada beberapa pelayat yang terlihat dari luar tembok pemakaman sedang mengunjungi makam kerabat maupun keluarga di TPU Menteng Pulo 1, Jakarta Selatan.
Pemakaman di TPU Menteng Pulo ini memang terbagi dalam beberapa blok dan unit. Di sisi kanan jalan merupakan unit Kristen yang memiliki tanda salib pada nisannya.
Dan pada sisi kiri terdapat unit Islam yang terlihat dengan nisan ditata seragam berbentuk kotak.
Saat memasuki pertengahan jalan di blok dan unit Kristen, terdapat lelaki yang memiliki tubuh cukup berisi.
Ia terlihat sedang berbincang dengan temannya yang ada di depannya. Dalam perbincangannya itu, sesekali ia menggunakan tangannya untuk menutup hidung dan tangan satunya menunjuk ke arah makam yang ada di blok tersebut.
Baca juga: TPU Menteng Pulo 2 di Malam Hari, Jadi Tempat Kumpul Anak Muda hingga Narkoba
Samar-samar perbincangan itu terdengar bahwa terdapat bau kurang sedap yang ditimbulkan dari makam yang longsor.
"Itu bau di sana, bau bangkai banget (sambil menunjukkan gelagat dirinya yang ingin memuntahkan isi perut)," ucapnya kepada Kompas.com.
Pria itu diketahui bernama Toto Supriyanto yang lebih akrab disapa Pak Tole yang bekerja sebagai penjaga makam di TPU Menteng Pulo 1 sejak usia 12 tahun.
Untuk membuktikan hal tersebut, Pak Tole mengajak Kompas.com untuk menuju ke makam yang ia sebut mengeluarkan bau tidak sedap itu.
Dan benar, pada saat mendekati makam yang masih belum dipugar, bau tidak sedap itu mulai tercium. Makam itu terlihat longsor di beberapa bagiannya.
Baca juga: Tangan Jahil Beraksi Tiap Malam, Coret-coret Makam di TPU Menteng Pulo 2
Hal itu dikarenakan kondisi tanah yang tidak stabil (berada di turunan) sehingga membuat longsor. Selain faktor tanah, usia makam yang belum satu tahun itu juga menjadi faktor dari aroma bau di dalamnya.
Aroma tak sedap hingga kengerian sebuah kompleks makam menjadi makanan sehari-hari Pak Tole. Pria ini sudah belasan tahun bekerja sekaligus tidur di area makam.
Di siang hari itu, Pak Tole mengajak untuk melihat lokasi tempat ia terlelap di malam hari. Sebuah makam China dengan badan makam dilapisi bahan semen, demikian pula atapnya, adalah tempat Pak Tole sehari-hari beristirahat setelah seharian bekerja.
Berbekal tikar dan bantal kapuk miliknya, ia bisa dengan nyaman tidur di atas makam tersebut. Alih-alih takut, Pak Tole mengaku "terbiasa" dengan "godaan" yang muncul dari area makam.
Ia bahkan tidak memedulikan kisah-kisah misterius yang sulit dijelaskan dengan logika.
"Jika dalam hati kita meyakini bahwa penampakkan dan roh jahat ada, pasti ada. Namun jika kita mengelak dan tidak percaya akan hal tersebut maka tidak akan ada kejadian," ucap dia.
Terlepas dari kesan angker yang tak terlalu dipedulikannya, Pak Tole merasa nyaman tidur beralaskan makam. Menurut dia, tempat tidurnya itu cukup dingin dan jauh dari kebisingan. Dia mengaku tak mau tidur di gubukan liar yang berdiri di sekitar makam.
"Di sana ramai, saya enggak biasa tidur ramai begitu," ujarnya.
Pria asal Cirebon tersebut mengaku dirinya memiliki rumah di Citayam, Jawa Barat. Namun, dia lebih memilih tinggal di lokasi ini karena lebih praktis.
"Kalau pulang ke sana (Citayam) jauh, capek bolak baliknya, di sini kan praktis," katanya sambil tertawa.
Pak Tole biasa terlelap tengah malam hingga pukul 07.00 di atas makam seorang jenaazah keturunan Tionghoa itu. Saat matahari mulai tinggi, dia harus buru-buru pindah ke makam lain yang agak menjauh supaya tidak diketahui orang lailn.
Pria berusia 60 tahun itu pun bercerita mengenai kesehariannya dalam menjaga makam yang telah dititipkan ahli waris dari orang yang sudah meninggal.
Setiap harinya, ia menjaga makam dari kerusakan, serta coretan.
"Paling jagain ini (makam) biar enggak rusak atau apa, kalau dicoret dikit di pinggirnya tidak apa tapi kalau di nisannya itu nanti saya yang dimarahi," kata Pak Tole sambil menunjuk coretan di dinding makam China.
Dari pekerjaannya ini, ia meraup rupiah tidak banyak, sekitar Rp 40.000-Rp 100.000 dari satu makam yang dipercayai untuk dijaga dan diperpanjang masa sewanya.
Jika terdapat makam yang tidak lagi membayar biasa sewa perpanjangan, nantinya akan digantikan dengan makam orang lain.
"Ya cukup enggak cukup sih (uangnya), ini kan paling lama ya tiga tahun sekali bayar untuk perpanjang, beda-beda yang Islam ada sekira Rp 40.000 hingga Rp 100.000 tergantung blok-bloknya. Nah nanti kalau sudah tiga tahun enggak bayar itu ditelponin yang punya ahli waris mau diperpanjang atau enggak," tambahnya.
Upah yang diterimanya tersebut sangat berbanding terbalik dengan Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan (PJLP) yang bertugas membersihkan sampah yang berserakan dari mulai daun kering hingga sampah plastik di TPU tersebut.
Menurut dia, petugas PJLP memiliki upah UMR sekira Rp 3,6 juta yang dibayarkan oleh pemerintah.
Tetapi, menurut Tole, pekerja PJLP tersebut tidak terjamin dalam hal pensiunan dan bisa saja sewaktu-waktu sudah tidak dipakai lagi sebagai pekerja kontrak.
Meskipun hanya mengandalkan pekerjaan tersebut yang terbilang memiliki upah sedikit, Tole pun bersyukur atas apa yang telah dikerjakannya karena dipercaya oleh orang lain untuk menjaga makam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.