Contohnya bakso, siomai, lumpia, capcai, bacang, tongseng, mi, dan puyunghai.
Bahkan, soto yang selama ini dianggap sebagai makanan khas Indonesia ternyata merupakan nama dari bahasa Mandarin.
Beranjak dari makanan, ternyata hal yang sama juga terjadi dalam pemberian nama beberapa benda atau perabotan rumah tangga.
Nama–nama barang yang berasal dari bahasa Mandarin pun tercatat dalam buku sang budayawan Ridwan Saidi yang berjudul Profil Orang Betawi.
Beberapa di antaranya teko, piso (pisau), cawan, kemoceng, langkan (semacam bale–bale), pangkeng (kamar), cita, topo (alat pembersih kain), anglo (alat masak), kasut (kaus kaki), lonceng, loteng, sampan bakiak, wayang, gincu, genteng, dan masih banyak lagi.
Tidak bisa dimungkiri, warga turunan Tionghoa memang sudah tidak asing lagi dengan kegiatan dagang-berdagang.
Aktivitas jual beli sudah sejak lama dilakukan di Jakarta sehingga sedikit banyak memengaruhi bahasa warga setempat dalam berniaga.
Baca juga: Merawat Keberagaman dan Kebaikan Lewat Tradisi Patekoan di Glodok
Hal tersebutlah yang membuat munculnya beberapa istilah dari bahasa China yang akrab di telinga.
Beberapa di antaranya gotun (lima rupiah), captun (sepuluh rupiah), cepek (seratus rupiah), seceng (seribu rupiah), ceban (sepuluh ribu rupiah), dan masih banyak lagi.
Banyaknya bahasa China yang kita adaptasi membuktikan bahwa masyarakat memang sudah menyatu dengan warga keturunan Tionghoa. Itu juga yang menandakan warga pribumi dan pendatang dapat tinggal secara bersamaan dengan rukun dan damai.
Kita berharap rasa kebersamaan dan saling menghargai ini bisa terus terjalin hingga selamanya. Dengan hidup berdampingan, niscaya hidup rukun tanpa keributan atau konflik akan selalu kita nikmati hingga selamanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.