Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disebut Belum Maksimal Atur Jam Kerja oleh Bima Arya, Ini Jawaban Pemprov DKI Jakarta

Kompas.com - 06/07/2020, 17:54 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah mengklaim bahwa rata-rata perusahaan di DKI Jakarta telah menerapkan sif jam kerja dengan jarak tiga jam.

Bahkan sebagian besar juga masih menerapkan 50 persen bekerja dari rumah dan 50 persen bekerja dari kantor.

Menurut Andri, hanya sebagian kecil perusahaan yang belum menerapkan jarak jam kerja dan 50 persen dari rumah maupun kantor.

Hal ini untuk menjawab pernyataan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto soal jumlah penumpang kereta rel listrik ( KRL) di Stasiun Bogor pada Senin pagi (6/7/2020) yang meningkat sebanyak dua kali lipat dari biasanya selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Baca juga: Penumpang KRL Menumpuk di Stasiun Bogor, Bima Arya Sebut Jakarta Belum Maksimal Atur Jam Kerja

"Memang pada dasarnya rata-rata kalau masalah pembatasan Insya Allah perusahaan sudah membatasi. Hanya beberapa perusahaan saja yang mempekerjakan 45-55 persen," ucap Andri saat dihubungi, Senin.

Andri berujar, saat ini pun ada 170 personel dari Disnaker yang mengawasi kegiatan perusahaan.

Mereka dibagi dalam 35 tim. Satu tim terdiri dari empat sampai lima orang dan mengawasi tiga perusahaan.

"Jadi kalau lihat tingkat kepatuhannya Alhamdulillah. Tapi masih ada kajian mendalam, ini yang mendorong masyarakat tidak melakukan sif satu dan dua," kata dia.

Meski demikian Andri mengaku bakal kembali membahas tentang pengaturan jam kerja pengawai. 

Baca juga: KCI: Komitmen pada Aturan Jam Kerja Solusi Urai Antrean Penumpang KRL

"Semuanya memang harus ada duduk bareng terkait Kemenhub, Kemenperin, Kemendag, BUMN, PAN RB. Karena memang yang masuk Jakarta kan enggak hanya perkantoran swasta. Nah itu dia kita makanya agak, kita belum bisa men-declare itu perkantoran," jelasnya.

Diketahui, Bima memantau kondisi penumpukan penumpang di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin pagi.

Bima mengatakan, penumpang KRL di Stasiun Bogor pada Senin pagi tadi meningkat sebanyak dua kali lipat dari biasanya selama masa PSBB.

Bima mengemukakan, peningkatan jumlah pengguna KRL itu dipicu oleh banyaknya sektor usaha di Jakarta yang mulai beroperasi kembali.

"Kondisi hari ini penumpang di Stasiun Bogor meningkat. Sudah dua kali lipat dari masa PSBB, sudah nyaris normal," kata Bima.

Baca juga: Stasiun Padat, KCI Tambah Perjalanan KRL dan Hukum Penumpang yang Akali Prosedur

Ia menambahkan, harus ada evaluasi secara menyeluruh untuk menghindari penumpukan penumpang yang terjadi di Stasiun Bogor.

Sistem pembagian jam kerja atau shif terhadap karyawan yang bekerja di Jakarta harus dievaluasi total.

Menurut dia, meski bus gratis sudah disiapkan untuk mengantisipasi kepadatan penumpang KRL, tetapi hal itu tak banyak membantu.

Ia juga meminta agar pembatasan kapasitas atau jumlah penumpang di dalam KRL harus diatur ulang mengingat saat ini sudah banyak sektor yang beroperasi kembali sehingga memicu tingginya aktivitas masyarakat.

"Layanan bus gratis bukan solusi. Jadi harus dievaluasi total sistem pembagian (jam) kerja dan jumlah kapasitas penumpang di dalam KRL," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com