Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Toa Peringatan Dini Banjir, Dulu Dimulai Anies tetapi Kini Dikritiknya

Kompas.com - 08/08/2020, 12:17 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Toa atau pelantang untuk peringatan dini banjir di Jakarta kembali jadi perbincangan.

Hal itu kembali muncul lantaran Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan bahwa toa yang digunakan tidak terlalu berfungsi.

Pada awal tahun 2020, peringatan dini banjir dengan menggunakan toa diumumkan oleh Anies sendiri. Toa itu merupakan satu dari berapa jenis alat peringatan dini atau early warning system (EWS) akan datangnya banjir.

Anies saat itu minta staf kelurahan keliling bawa toa. Pada 8 Januari 2020, Anies memerintahkan pihak kelurahan berkeliling di kelurahannya untuk memberikan peringatan dini terjadinya banjir kepada masyarakat menggunakan pengeras suara dan sirine.

Peringatan dini tersebut diberlakukan setelah Pemprov DKI Jakarta mengevaluasi prosedur peringatan dini yang sebelumnya diberlakukan.

Baca juga: Anies Minta Peringatan Banjir Pakai Toa, Fraksi PDI-P: Dengarnya Lucu di Era Modern

"Salah satu hal yang akan diterapkan baru, bila ada kabar (akan banjir), maka pemberitahuannya akan langsung ke warga," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, pada 8 Januari 2020.

"Jadi kelurahan, bukan ke RW, RT, tapi langsung ke masyarakat berkeliling dengan membawa toa (pengeras suara) untuk memberitahu semuanya, termasuk sirine," ujar Anies.

Ia mengemukakan, saat banjir besar mulai terjadi di Jakarta pada 1 Januari 2020 dini hari, Pemprov DKI sebenarnya sudah memberikan peringatan dini. Peringatan dini disampaikan melalui pesan berantai ke ponsel warga. Anies menduga sejumlah warga tidak membaca pesan tersebut.

"Kemarin pada malam itu, pemberitahuan diberi tahu, tapi karena malam hari, diberitahunya lewat HP, akhirnya sebagian tidak mendapatkan informasi," kata Anies.

DKI punya 14 EWS

Pemprov DKI Jakarta sudah memiliki 14 set disaster warning system (DWS), automatic weather system (AWS), dan automatic water level recorder (AWLR) sebagai alat sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) bencana.

Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta M Ridwan saat itu mengatakan, alat yang digunakan untuk early warning system itu ada tiga.

Ketiga alat itu adalah DWS, AWS untuk mengukur kecepatan angin, dan AWLR untuk mengukur ketinggian air.

"DWS, disaster warning system, itu untuk yang di bantaran kali. Kalau air Katulampa atau Depok siaga, kami langsung menginformasikan melalui disaster warning system," ujar Ridwan, 13 Januari 2020.

Ridwan menjelaskan, saat ketinggian air di sebuah pos pantau sungai siaga tiga, petugas BPBD DKI Jakarta akan menginformasikan peringatan dini berbentuk pesan suara dari kantor BPBD.

Baca juga: Dulu Gunakan Toa untuk Peringatan Dini Banjir, Anies: Kenapa Kita Pakai Alat Ini?

Output-nya, pesan suara tersebut akan didengar warga melalui pengeras suara yang ada pada tiang DWS. Pengeras suara itu akan terdengar sampai radius 500 meter.

Pemprov DKI saat ini mempunyai 14 DWS yang tersebar di 14 kelurahan.

"Diumumkan dari kantor BPBD saat pintu air siaga tiga atau waspada. Alat kami memang pakai toa (pengeras suara). Satu titik ada empat speaker," kata Ridwan.

Sementara saat ketinggian air mencapai siaga dua, BPBD DKI menginformasikan peringatan dini melalui SMS blast.

Warga yang nomor ponselnya terdeteksi base transceiver station (BTS) di sekitar lokasi yang berpotensi banjir akan menerima pesan peringatan dini.

Setelah peringatan dini banjir menggunakan toa menjadi perbincangan di awal tahun itu, Pemprov DKI berencana menambah enam set alat EWS pada tahun 2020. 

"Untuk tahun 2020 ada kok (anggarannya). Pengadaan DWS 6 set, anggaran Rp 4,07 miliar," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta M Ridwan pada 13 Januari 2020.

Selain itu, kata Ridwan, ada anggaran untuk pemeliharaan DWS yang sudah dimiliki Pemprov DKI Jakarta. Anggaran itu sudah dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020.

"Pemeliharaan DWS, anggaran Rp 165 juta," kata Ridwan.

Anggaran yang disebutkan Ridwan merupakan bagian dari mata anggaran pemeliharaan dan pengembangan pusat data dan informasi kebencanaan (DIMS, EWS, Medsos, dan Call Center 112) yang totalnya Rp 4,36 miliar.

Kenapa Anies kini kritik alat itu?

Alat peringatan dini banjir dipasang di wilayah RW 03, Kelurahan Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur, Senin (3/2/2020).Dokumentasi Kecamatan Makasar Alat peringatan dini banjir dipasang di wilayah RW 03, Kelurahan Cipinang Melayu, Makasar, Jakarta Timur, Senin (3/2/2020).
Saat rapat bersama para pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membahas tentang pengendalian banjir pada Kamis (6/8/2020) lalu, Anies mengkritik penggunaan toa itu.

Ia menyebutkan, toa tersebut bukanlah sebuah sistem peringatan dini atau early warning system (EWS).

Awalnya, Anies membahas early warning system di Jakarta dan meminta jajarannya membuka salah satu slide presentasi mengenai disaster warning system (DWS). Dalam slide tersebut, terdapat gambar toa atau pengeras suara yang masuk ke dalam bagian DWS.

"Ini bukan early warning system, ini toa ini toa. This is not a system. Sistem itu kira-kira begini, kejadian air di Katulampa sekian, keluarlah operasionalnya. Dari Dishub, Dinas Kesehatan, MRT, Satpol, seluruhnya itu tahu wilayah mana yang punya resiko. Jadi, sebelum kejadian kita sudah siap," kata Anies dalam video yang diunggah di akun Youtube Pemprov DKI, Kamis lalu.

Dia menyebutkan, Jakarta harus benar-benar membuat sistem peringatan dini banjir.

Anies lalu menyinggung bahwa toa awalnya merupakan alat yang dihibahkan dari Jepang tetapi kemudian malah ditambahkan alatnya.

Baca juga: Anies Sebut Toa Peringatan Banjir Banyak yang Tidak Berfungsi, BPBD Jangan Beli Lagi

"Ini adalah toa, belum sistem. Saya cek ini. kenapa coba kita pakai ini? Dan adanya cuma di 15 kelurahan. Awalnya dari mana? Dari Jepang ya, hibah. Sesudah hibah? Kita pengadaan," ujarnya.

Menurut dia, toa tersebut digunakan Jepang sebagai peringatan dini tsunami karena harus berfungsi dengan cepat Sedangkan banjir ada rentang waktu yang cukup lama dari peringatan hingga kejadian.

"Kalau banjir kira-kira antara peringatan dan kejadian berapa menit? Lama. Lah kenapa pakai alat begini ? Ini dipakai karena tsunami," lanjut Anies.

Minta tidak tambah alat

Anies meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk tidak lagi menambah atau membeli toa.

Ia mengatakan, bila ingin melakukan peringatan dini banjir cukup dengan menggunakan toa masjid atau pemberitahuan melalui WhatsApp.

"Lebih baik early warning system-nya gunakan WhatsApp, masjid, sama tempat yang ada speaker. Toa ini sudah terlanjur ada, ya sudah dipakai. Tapi tidak usah ditambah, lalu bangunnya sistem, jangan bangun toa seperti ini," tambah Anies.

Dia berujar, alat ini tak lagi relevan dan justru banyak tidak berfungsi saat banjir beberapa waktu lalu.

"Ini akhirnya menjadi enggak relevan. Coba BPBD dicek berapa alat yang enggak berfungsi banjir kemarin ? Bapak belum bertugas ya. Itu banyak yang tidak berfungsi pada saat banjir," ujar Anies kepada Plt Kepala BPBD DKI Jakarta Sabdo Kurnianto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com