JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang penyintas Covid-19, Zali, meminta masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Virus corona tipe 2 (SARS-CoV-2) masih menyebar dan dapat menyerang siapa pun yang tak taat protokol kesehatan.
Menjaga protokol kesehatan berarti melindungi orang-orang sekeliling dan terdekat kita. Zali meminta masyarakat tak menganggap remeh ancaman nyata Covid-19.
Baca juga: Penyintas Covid-19 Sebut Mereka yang Abai Protokol Kesehatan sebagai Orang Arogan
“Jangan anggap remeh sih, kita harus taat aturan protokol kesehatan. Itu berpengaruh mencegah penyebaran Covid-19. Jangan sampai keluarga kita ada yang kena Covid baru taat,” kata Zali kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2020).
Zali mengaku miris melihat kondisi masyarakat saat ini, yang seakan tak peduli pada kasus Covid-19.
Ia menganggap bahwa saat ini masyarakat beranggapan bahwa kasus Covid-19 telah tiada.
Padahal awal-awal Covid-19 muncul di Indonesia, semua masyarakat panik.
Baca juga: Penyintas Covid-19: Virus Corona Benar-benar Ada, Saya Sudah Merasakannya...
Semua terlihat berjaga-jaga mengenakan masker dan membeli hand sanitizer. Bahkan kampanye tidak keluar rumah pun kerap digaungkan.
Namun, kini semenjak adanya pelonggaran PSBB, masyarakat mulai abai. Masyarakat seolah merasa bebas setelah dikurung tiga bulan tak keluar rumah.
“Semakin jumlah kasus makin tinggi malah protokolnya makin kendor. Mungkin bosen udah atau bisa masyarakat malah ngeremehin juga,” kata dia.
Dia prihatin melihat keadaan masyarakat abai bahkan ada yang percaya Covid-19 itu ada.
Zali tak ingin masyarakat lain merasakan sepertinya terkurung dalam satu kamar bahkan diasingkan dari orang-orang sekitarnya.
Baca juga: Cerita Penyintas Covid-19: Jangan Kucilkan Pasien Covid-19, Kita Juga Ingin Sembuh
Meski masih bisa mengerjakan hobinya di dalam kamar, tetapi ia tetap merasa dipenjara sendiri.
Dia mengatakan, menjadi pasien Covid-19 adalah pengalaman menyeramkan yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya.
Saat ini ia masih memperjuangkan untuk sembuh dari penyakit yang masih ada di dalam tubuhnya.
Ia rindu berkumpul bersama keluarganya yang terus mendoakan dirinya untuk sembuh. Sayangnya, kini ia hanya bisa melalui sambungan telepon atau video call untuk berkomunikasi dengan orangtuanya.
Baca juga: Cerita Perawat di Wisma Atlet Kemayoran: Lelah, Makian, dan Harapan
“Tidak nyaman kalau kita udah kena Covid, rasanya benar-benar seperti terasingkan dan terkurung. Orang lain tidak ada yang mau dekat kita, bahkan untuk makan saja mereka harus pakai APD,” tambah dia.
Ia teringat ketika dirinya mendapat kabar terpapar Covid-19 dan harus jalani isolasi mandiri di fasilitas self house milik kantornya.
Zali tak tega melihat ibunya yang kerap menangis mengasihani keadaannya.
“Tersayatlah benar-benar hati saya pas ibu menangis. Dia seperti enggak tega lihat saya pergi dan harus dijemput oleh petugas mengenakan APD,” ucap dia.
Zali berharap cepat sembuh dari Covid-19. Ia berharap pengalamannya menjadi pelajaran masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan.
Sebab diakuinya, dirinya pun sempat abai menerapkan protokol kesehatan. Kala itu ia mulai berani tak mengenakan masker di kantor.
Ia tak mengenakan masker saat acara keluarga bahkan nongkrong bareng temannya.
“Itu risikonya tinggi, meski kadang kita melihat teman kita sehat-sehat saja. Namun kita tidak tahu dia berasal darimana. Buktinya, saya saja bisa terpapar Covid,” ucap dia.
Zali mengimbau agar masyarakat disiplin menjalankan protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Tujuannya adalah meminimalisasi penyebaran Covid-19 di tengah masyarakat.
"Masyarakat ayo kita sama-sama menerapkan protokol kesehatan, kita jangan lengah. Ini kita lakukan harus kompak untuk memutus rantai penyebaran Covid,” tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.