JAKARTA, KOMPAS.com - Penggunaan mobil ambulans yang tidak semestinya kembali terjadi saat aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang berlangsung rusuh di Jakarta, Selasa (14/10/2020).
Polisi mengamankan satu unit ambulans yang diduga mengangkut para pedemo. Sopir ambulans tersebut sempat mencoba kabur saat diberhentikan di kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.
Padahal fungsi ambulans telah dijelaskan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 120 tahun 2016 tentang Pelayanan Ambulans dan Mobil Jenazah.
Baca juga: Viral Video Ambulans Dikejar Polisi saat Demo Omnibus Law Berujung Ricuh, Begini Kronologinya
Pasal 1 Ayat 18 Pergub disebut ambulans adalah alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut pasien yang dilengkapi dengan peralatan medis sesuai dengan standar.
Berdasarkan catatan Kompas.com dalam setahun terakhir, ambulans sudah tiga kali digunakan sebagai alat pemasok bahan kerusuhan seperti batu dan ketapel hingga dijadikan tempat berlindung para perusuh dalam aksi demo.
Ambulans berlogo Partai Gerindra
Pada aksi demo 21 dan 22 Mei 2019 yang memprotes hasil Pilres 2019, satu unit ambulans berlogo Partai Gerindra diamankan jajaran Polda Metro Jaya.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya yang kala itu dijabat Kombes Argo Yuwono mengatakan, ambulans berlogo Partai Gerindra itu merupakan milik PT Arsari Pratama.
Mobil tersebut dikirim ke Jakarta atas perintah Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Kota Tasikmalaya.
Baca juga: Massa Perusuh Bakar Barang di Tengah Jalan Kwitang, Dipadamkan Marinir
Ambulans itu dibekali dana operasional Rp 1,2 juta yang bersumber dari ketua DPC Gerindra Kota Tasikmalaya.
Tujuan pengiriman ambulans itu untuk membantu memberikan pertolongan jika ada korban dalam kerusuhan 22 Mei.
Saat diamankan polisi di depan gedung Bawaslu RI pada 22 Mei, polisi tidak menemukan perlengkapan medis dalam mobil ambulans tersebut.
Polisi hanya menemukan pecahan batu konblok, batu kali, dan batu hebel di dalam mobil ambulans.
Lima orang yang diamankan di dalam mobil ambulans bukan berprofesi sebagai tim medis.
Mereka kemudian divonis tiga bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam persidangan yang digelar 10 Oktober 2019.