JAKARTA, KOMPAS.com - PP Muhammadiyah sedang menggodok langkah hukum terkait penganiayaan polisi terhadap relawan medis Muhammadiyah yang tengah bertugas dalam demonstrasi tolak UU Cipta Kerja di Jakarta, Selasa (13/10/2020).
"Langkah hukumnya sedang kami siapkan. Dari LBH Muhammadiyah Pusat sedang menyiapkan penyikapan apa, termasuk langkah hukum apa," ujar Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas kepada Kompas.com, Rabu (14/10/2020).
"Jika PP Muhammadiyah melakukan langkah hukum, kerangkanya sangat luas, untuk kepentingan luas, di mana sekaligus mengingatkan Polri bukan alat kekuasaan," imbuhnya.
Baca juga: Relawan Medisnya Dianiaya, Muhammadiyah Minta Penjelasan Polisi
Busyro tak menutup kemungkinan akan melapor ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, meski tak bisa memastikan.
Sebagai prosedur hukum yang lazim dilakukan jika polisi bertindak tidak profesional, ia menyatakan siap lapor ke Propam, sekaligus siap-siap kecewa dengan proses hukum selanjutnya.
"Kalau mau prosedural ya ditempuh (lapor ke Propam), tapi ya siap kecewa saja," kata Busyro.
Setidaknya ada 2 alasan yang membuat Busyro cs siap kecewa dengan proses hukum seandainya mereka melapor ke Propam, yakni minimnya transparansi dan budaya komando di Korps Bhayangkara.
Insiden akibat tindakan brutal aparat Polri ketika menangani demonstrasi bukan baru kali ini saja terjadi, namun proses hukumnya tak pernah memuaskan.
Bahkan tahun lalu, ketika gelombang protes revisi UU KPK menggema di banyak penjuru negeri, 2 mahasiswa demonstran di Kendari, Sulawesi Tenggara, gugur ditembak polisi.
"Proses terhadap polisi yang melakukan penembakan sampai tewas itu kan juga tidak terbuka oleh Polri," kata Busyro.
"Fakta itu maknanya apa? Maknanya, budaya ketertutupan, nutup-nutupi atau intransparansi semakin menguat di birokrasi, termasuk di birokrasi penegak hukum. Tidak hanya intransparansi tapi, maaf ya, itu brutal," lanjutnya.
Baca juga: 4 Relawan Medis Muhammadiyah Dianiaya Polisi saat Bertugas di Demo UU Cipta Kerja
Ketertutupan ini diperparah dengan budaya komando dalam tubuh Polri. Menurut Busyro, brutalitas aparat Polri ketika menangani demonstrasi sudah menjalar di dalam sistem.
Bahkan, dalam demonstrasi tolak UU Cipta Kerja Kamis (8/10/2020) lalu, polisi juga menganiaya sejumlah wartawan yang sedang meliput aksi demonstrasi, merampas serta merusak beberapa properti mereka, padahal mereka telah menunjukkan identitasnya sebagai pers.
"Kalau itu menunjuk kepada insiden yang jumlahnya cukup banyak dan itu menunjukkan tindakan yang sistemik secara nasional, berarti Propam-nya kan Propam Pusat, di bawah pimpinan Kapolri," kata Busyro.
"Sementara juga di kepolisian itu ada sistem komando, jalur komando, budaya komando. Ke Propam pun, melihat fakta yang sistemik itu bahwa (kekerasan oleh polisi) tidak hanya di demo sekali kemarin itu, maka Propam juga menjadi pertanyaan secara substansial," ungkapnya.