Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Pandemi Covid-19, Pemerintah Diminta Tunda Pilkada 2020 untuk Buat Inovasi Pemilu

Kompas.com - 15/10/2020, 14:11 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Pemerintah diminta untuk menunda penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di berbagai daerah dengan menilik situasi pandemi Covid-19 yang belum mereda.

Jadwal Pilkada Serentak 2020 sebenarnya telah ditunda dari September ke Desember dengan harapan pandemi mereda.

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Valina Singka Subekti menyebutkan, pemerintah dapat memilih penundaan secara parsial sembari menggodok aturan yang lebih relevan dengan situasi wabah.

"Selama melakukan penundaan, dapat dilakukan upaya pengendalian persebaran Covid-19 dan menyiapkan dasar hukum yang lebih kuat," kata Valina dalam siaran pers UI yang diterima Kompas.com, Rabu (14/10/2020).

Baca juga: Pilkada Saat Pandemi Dinilai Buruk bagi Kualitas Demokrasi dan Calon Pemimpin

“Peran KPU sangat penting dalam pelaksanaan pilkada. Pelaksanaan pilkada perlu sangat berhati-hati, sehat dan aman jiwa. Untuk itu, perlu dilakukan mitigasi risiko,” ujar dia dalam siaran pers itu.

Ia melanjutkan, selama penundaan, pemerintah bisa memikirkan dan membuat inovasi dalam sistem pemilihan.

Pemerintah dapat merancang terobosan seperti kotak suara keliling, pemungutan suara via pos, hingga perhitungan rekapitulasi suara secara elektronik.

Pemerintah juga dapat membuat peraturan yang lebih tegas mengenai sanksi bagi kandidat yang melanggar protokol kesehatan ketimbang yang ada saat ini.

"Inovasi skema sanksi pelanggaran secara tegas dan menimbulkan efek jera, seperti penghentian kampanye atau diskualifikasi apalagi melanggar protokol kesehatan," ujar Valina.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UI Eko Praspjp berpendapat, pemerintah dapat mengecualikan Pilkada Serentak 2020 dari sistem pemilihan langsung oleh rakyat. Itu artinya, terbuka opsi pilkada tidak langsung melalui DPRD, meskipun tetap ada peluang terjadinya praktik-praktik kotor yang mencemari kualitas demokrasi.

Namun, untuk melakukan itu, pemerintah juga dinilai membutuhkan waktu lebih untuk merancang dasar hukum, dan bukan tak mungkin berujung pada penundaan Pilkada Serentak 2020.

"Pilkada tidak langsung melalui DPRD sangat dimungkinkan berdasarkan pasal 18 UUD 1945, serta tidak menghilangkan esensi demokrasi," kata Eko dalam keterangan yang sama.

"Namun di sisi lain, pilkada oleh DPRD juga tetap berpotensi money politics (politik uang) oleh politisi dan pengusaha, serta perlu melakukan perubahan UU Pilkada atau melalui Perppu yang membutuhkan waktu,” ujar Dekan FIA UI itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Megapolitan
Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com