"Menurut saya sih over all sudah oke. Secara politik janji politik beliau sudah mulai terakomodir banyak dan penilaian kita juga sudah cukup oke. Tapi kita juga tidak hanya dari sisi itu menilai, kan sebagai partai pendukung ada kepuasan publik yang meningkat dari semua masyarakat begitu," tuturnya.
Fraksi PSI DPRD DKI merupakan fraksi yang memiliki catatan panjang terkait kepemimpinan Anies.
Selama memimpin, Anies dinilai justru membawa setidaknya sepuluh hal yang dianggap kemunduran di Ibu Kota.
Kemunduran yang dimaksud yakni dua hal. Pertama, kemunduran yang dinilai dari kondisi saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Baca juga: 3 Tahun Kepemimpinan Anies, Fraksi PSI Nilai Ada 10 Kemunduran di Jakarta
Kedua, Fraksi PSI membandingkan apa yang telah dicapai dengan potensi yang dimiliki oleh Pemprov DKI.
"Perlu diingat bahwa, jika dibandingkan provinsi lainnya, DKI Jakarta memiliki anggaran yang sangat besar dan mendapatkan dukungan luar biasa dari pemerintah pusat. Jangan sampai anggaran, tenaga, dan waktu terbuang sia-sia karena keliru memilih prioritas dan salah kelola birokrasi," kata Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad, Jumat (16/10/2020).
Sepuluh kemunduran tersebut menurut PSI sebagai berikut:
1. Pembahasan anggaran terlambat, bahkan terkesan ditunda-tunda
Pembahasan rancangan APBD 2021 sudah terlambat lebih dari 3 bulan, sehingga hanya tersisa 1,5 bulan untuk membahas puluhan ribu mata anggaran.
PSI Khawatir, dengan situasi di tengah pandemi, dikhawatirkan pembahasan akan terburu-buru sehingga banyak pos anggaran yang tidak sempat dibedah, lalu terjadi masalah hukum atau ketidakpuasan masyarakat di kemudian hari.
2. Transparansi anggaran dinilai buruk, pada saat perencanaan maupun realisasinya
Sejak 2017, Pemprov DKI membuka rancangan anggaran hingga tingkat rincian harga komponen anggaran melalui situs apbd.jakarta.go.id sejak fase RKPD, yaitu pada bulan Juni atau Juli tahun sebelumnya.
Pada situs tersebut, masyarakat bisa mencermati rencana anggaran tahun depan, lalu terlibat aktif memberikan saran dan masukan selama masa pembahasan anggaran.
"Namun, pada masa Gubernur Anies, dokumen anggaran hanya dibuka setelah Gubernur dan DPRD selesai melakukan pembahasan dan bersepakat. Artinya, warga hanya mengetahui anggaran setelah selesai dibahas, sehingga tidak memiliki ruang untuk menyampaikan saran dan masukan," ucap Idris.
3. Nasib dana commitment fee Formula E Rp 560 miliar masih belum jelas
Hal selanjutnya yang dikritisi PSI dalam pemerintahan Anies adalah mengenai commitment fee Formula E yang masih belum jelas akibat ditundanya ajang balap mobil listrik tersebut.
Diketahui, Pemprov DKI telah menyetorkan uang commitment fee Rp 360 miliar dan Rp 200 miliar kepada panitia Formula E.
"Namun demikian, belum terlihat kesungguhan niat dari Gubernur Anies untuk mengembalikan uang Rp 560 miliar tersebut," lanjut Idris.
Padahal, menurut dia, anggaran itu seharusnya ditarik dan dialihkan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Mulai dari pelaksanaan tes swab, penyediaan tempat isolasi, pelayanan rumah sakit, hingga bantuan sosial bagi warga.
4. Ketidakjelasan prioritas anggaran
Idris menilai, prioritas anggaran di DKI tidak jelas. Ia mencontohkan, di APBD 2020, Pemprov DKI memprioritaskan anggaran event yang mencapai Rp 1,5 triliun (termasuk Formula E Rp 1,2 triliun).
Namun, anggaran pembangunan sekolah dan gelanggang olahraga masing-masing justru dipotong sebesar Rp 455,4 miliar dan Rp 320,5 miliar.
Di sisi lain, anggaran sangat minim untuk normalisasi dan tanggul pantai guna mengatasi banjir, pembangunan Light Rail Transit (LRT), dan infrastruktur air bersih. Bahkan, belakangan anggaran pembangunan LRT dan air bersih dihapus akibat defisit APBD.
Selain itu, di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menggunakan pinjaman dari Kementerian Keuangan, tidak ada pula kegiatan pembangunan normalisasi sungai, tanggul pantai, LRT, dan air bersih.
Padahal kegiatan-kegiatan ini sangat dibutuhkan warga Jakarta.