Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ciliwung Cerminan Kemunduran Peradaban Ibu Kota?

Kompas.com - 07/01/2021, 11:34 WIB
Ivany Atina Arbi,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sampah dan Ciliwung seolah menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjalanan Ibu Kota Jakarta di era modern.

Tumpukan sampah di sepanjang sungai tersebut bersumber dari masyarakat yang tidak peduli dan pemerintah yang tidak mumpuni.

Apakah aliran Sungai Ciliwung sudah sedari dulu tercemar? Atau ini adalah potret kemunduran peradaban di jantung Indonesia?

Menelisik keadaan Ciliwung di masa lalu

Berdasarkan arsip harian Kompas, diketahui bahwa berabad silam alur Sungai Ciliwung merupakan urat nadi sekaligus pintu gerbang utama menuju pusat Kerajaan Pakuan Pajajaran di sekitar Bogor, Jawa Barat.

Kejayaan kerajaan Hindu ternama di Pulau Jawa itu tidak terlepas dari kelancaran aliran Sungai Ciliwung yang menghubungkan pusat kerajaan dengan pelabuhan dagang Sunda Kelapa.

Baca juga: Menyusuri Riwayat Sungai Ciliwung, Sempat Berdamai dengan Ibu Kota di Zaman VOC

Para pedagang datang dan pergi dari pusat kerajaan yang disebut oleh pengelana Portugis, Tome Pires, sebagai "dayo" yang kemungkinan besar berarti "kampung".

Sejarawan Adolf Heuken, dalam Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, mengungkapkan bahwa keberadaan Kota Pakuan Pajajaran di sekitar Bogor tertulis dalam prasasti Batutulis (1333 Masehi).

Diketahui bahwa untuk mencapai Sunda Kelapa dari pusat kerajaan, maupun sebaliknya, orang harus menyusur Ciliwung dan jalan Muaraberes.

Dalam perjanjian Sunda-Portugis yang dilakukan sekitar tahun 1512-1521 juga terlihat peran penting Ciliwung bagi Kerajaan Pakuan.

Di sana tertulis Portugis berjanji untuk membangun benteng di ujung Ciliwung demi melindungi Kerajaan Pakuan dari ekspansi Demak-Cirebon.

Tak sampai di situ, pengelana Belanda Jacob Cornelisz van Neck mendapati sebagian besar penduduk di sekitar Sunda Kelapa, yang kelak disebut Jakarta, mengonsumsi ikan yang diperoleh dari Sungai Ciliwung.

Jacob merupakan kapten armada Belanda kedua yang mencapai Nusantara pada tahun 1598.

Baca juga: IPB: Pencemaran Sungai Ciliwung dan Cisadane Sudah Melebihi Batas...

Pada sekitar tahun 1730, kawasan muara Ciliwung di bawah jajahan Hindia Belanda berkembang pesat menjadi Kota Batavia yang dijuluki sebagai Ratu dari Timur (Queen of the East).

Meski Belanda piawai dalam sistem pengairan dan membangun beragam kanal di Batavia, kerusakan lingkungan mulai terjadi.

Salah urus pengelolaan lingkungan terjadi akibat perambahan daerah aliran Sungai Ciliwung untuk pengembangan industri gula dan mengakibatkan wabah malaria sekitar tahun 1790.

Akibatnya, kawasan Kota Tua di sekitar Museum Fatahillah sekarang ini ditinggalkan penduduk. Mereka, terutama orang Belanda dan Eropa, hijrah ke daerah selatan Jakarta di sekitar Weltevreden (belakang Istana Merdeka hingga Stasiun Gambir).

Di awal abad ke 18, banjir tahunan mulai muncul di aliran Sungai Ciliwung dan menyelimuti Batavia.

Hingga pertengahan abad silam, tahun 1940-an, wartawan Alwi Shahab dalam Robin Hood dari Betawi menuliskan bahwa aliran sungai masih jernih. Ciliwung pun digunakan sebagai tempat mandi, mencuci, dan mengambil air wudu.

Baca juga: Saat Gunung Sampah Bersatu dengan Sungai Ciliwung...

Itulah masa-masa keemasan Ciliwung dari masa Kerajaan Pakuan Pajajaran hingga runtuhnya kolonialisme Belanda.

Memasuki era modern, polusi di aliran sungai tersebut semakin tak terkendali. Banyak permukiman kumuh bermunculan di bantaran sungai. Sampah pun bertebaran di sekitarnya.

Kemunduran ini berbanding terbalik dengan transformasi sungai-sungai yang mengalir di Ibu Kota negara Asia lain, seperti Korea Selatan dengan Sungai Han dan Thailand dengan Sungai Chao Phraya.

Potret-potret kedua sungai tersebut di masa lalu memperlihatkan deretan rumah panggung yang reot dan kumuh. Seiring berjalannya waktu, perbaikan dilakukan sehingga sungai menjadi bersih dan bahkan menjadi daya tarik wisata. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com