JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Ridwan (40), tunanetra penjual kerupuk, tiba-tiba terhenti di sebuah trotoar Jalan Panglima Polim Raya, Pulo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat (26/2/2021).
Tangan kanannya berusaha mengentak-entakkan tongkatnya ke arah kanan jalan demi bisa terus berjalan.
Sementara itu, tangan kirinya tetap memegang kayu yang di ujungnya diletakan sejumlah kerupuk.
Di depannya, ada sebuah truk besar berwarna merah terparkir.
Ridwan menabrak truk. Perjalanannya terhalang. Padahal, ia sudah berada di jalur yang benar.
Truk tersebut memarkirkan moncongnya hingga menutup jalur perjalanan Ridwan.
Yellow line, jalur khusus dari paving blok berwarna kuning (guiding block) untuk penyandang disabilitas, tertutup truk.
Jalur prioritas untuk Ridwan itu dirampas oleh sebuah truk.
Baca juga: Kapolda Metro Usulkan Kampung Tangguh Jaya Jadi Lokasi Vaksinasi Covid-19 Masyarakat Umum
Awalnya, Ridwan berjalan kaki mengikuti jalur kuning di trotoar dengan bantuan tongkat. Ia meraba-raba jalan di depannya dengan bantuan tongkat.
Usai menabrak truk, ia terpaksa menjauh dari jalur yang seharusnya adalah miliknya.
Ridwan tak heran harus berhadapan hingga menabrak mobil dan truk yang parkir di sekitar Jalan Panglima Polim.
Menurut dia, di sekitar Panglima Polim, banyak ruko dan mobil yang parkir hingga melewati jalur kuning di trotoar.
“Sudah enggak heran kalau trotoar selalu dipakai. Kadang-kadang kan saya ngalah yang ke jalan bawah. Bingung juga kalau terlalu ke kanan, nanti keserempet motor dan mobil. Takut ketabrak saya,” kata Ridwan saat ditemui Kompas.com, Jumat sore.
Ia pun tak heran jika perjalanannya kerap terganggu karena jalur kuningnya dirampas.
Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 di Jaksel Kelima Tertinggi di Indonesia, Ini Kata Pemkot
Ruko-ruko di seputar Panglima Polim baginya adalah salah satu contoh penggunaan trotoar yang serampangan dan tak berpihak kepada tunanetra.
Ridwan kemudian melanjutkan perjalanannya setelah menabrak truk. Ia kembali menyusuri jalur kuning di trotoar Panglima Polim.
Selama empat tahun, Ridwan mengaku kerap berkeliling Jakarta Selatan untuk berjualan kerupuk.
Ia mengaku pasrah menghadapi trotoar yang tak ramah disabilitas. Namun, dari tutur katanya, Ridwan terlihat tak bisa memendam rasa kesalnya.
“Karena selama empat tahun keliling di Jakarta Selatan jadi tahu kondisi trotoar di Jakarta Selatan. Dari belum ada jalur kuning, sampai ada,” kata Ridwan dengan suara agak meninggi sambil mengentakkan kakinya di jalur kuning.
Ia bercerita kerap bertemu mobil, motor, hingga gerobak di trotoar di sejumlah wilayah di Jakarta Selatan.
Baca juga: Foto Viral Masker Berlogo Khusus Tunarungu, PPDI: Untuk Permudah Mengenali Mereka
Ridwan terkadang menginjak jalur kuning yang berlubang.
“Saya serasa kena ranjau pas jalan,” kata Ridwan.
Ia berharap, masyarakat sadar tentang pentingnya jalur kuning di trotoar. Ridwan meminta masyarakat tak seenaknya memarkirkan kendaraan di trotoar.
“Pemerintah ngadain ini (jalur kuning) jangan sampai sia-sia. Jadi biar bisa dimanfaatin. Tolonglah orang-orang yang tahu, kasih tahu gunanya (jalur kuning) buat orang tunanetra," kata Ridwan.
"Saya di setiap jalan, terutama di Jakarta Selatan, engak ada kenyamanan, selalu dipenuhi parkir motor dan mobil,” kata Ridwan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.