Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Filatelis Buru Prangko Bung Karno dan Bung Hatta

Kompas.com - 30/03/2021, 06:20 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Antusias. Satu kata itu cocok untuk menggambarkan minat masyarakat Indonesia berburu prangko Soekarno-Hatta pada tahun 2000-an.

Para filatelis dan masyarakat rela antre sejak pagi hari.

Retno Harijanti, pegawai Dinas Perikanan Kabupaten Malang, Jawa Timur turut larut dalam euforia berburu prangko perangko Soekarno.

Retno yang saat itu berusia 45 tahun sudah mengantre sejak pukul 07.00 WIB, di halaman Kantor Pos Malang di Jalan Merdeka Selatan, Kota Malang, Jawa Timur.

Retno berada dalam antrean yang sudah sepanjang 15 meter sejak pukul 06.30 WIB.

Antreannya kemudian mengular sampai areal parkir Kantor Pos Malang.

"Namun saya baru bisa dapat prangko Bung Karno seharga Rp 30.000 dua jam kemudian," kata penggemar filateli itu seperti dikutip dari Harian Kompas.

Baca juga: Menengok Gedung Filateli Jakarta yang Akan Direvitalisasi Menjadi Tempat Nongkrong Kekinian

Kegigihan Retno saat itu beralasan. Retno selalu berusaha mengantre di loket kantor pos setiap peluncuran prangko seri pertama. Baginya, prangko seri Bung Karno jauh lebih tinggi nilainya.

"Selama ini tidak pernah ada prangko seri Bung Karno," ujar Retno.

Retno harus bersaing dengan pegawai Kantor Pos Malang dan 72 filatelis di Malang prangko serta beberapa produk menyambut 100 tahun Bung Karno.

Saat itu, lebih dari 60 persen dari 320 pegawai Kantor Pos Malang ikut memesan prangko seri pertama Bung Karno.

Meskipun demikian, Manajer Pemasaran dan Humas Kantor Pos Malang saat itu, Bambang Santosa menjamin bahwa 60 persen pegawai pos tersebut semuanya filatelis.

Pembelian prangko Soekarno disebut murni untuk koleksi, bukan untuk dijual.

"Artinya mereka membeli prangko Bung Karno untuk koleksi, bukan dengan tujuan dijual lagi dengan maksud mencari keuntungan pribadi," katanya.

Bambang Santosa juga menjamin masyarakat tidak akan kehabisan prangko hanya karena pegawai pos ikut membeli.

Baca juga: Rekaman Sejarah pada Filateli

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com