Di luar itu, lebih banyak lagi orang yang tidak mengenakan masker di area pemakaman.
"Tetap kami mengimbau (memakai masker), tapi kembali kepada peziarah masing-masing ya," kata Sukron.
"Dari tahun lalu ketika pemerintah menerapkan untuk menggunakan 3M, kami mematuhinya, tapi kembali ke pribadi masing-masing," imbuhnya.
Sukron mengakui, bukan perkara gampang menghalau peziarah kubur di hari Lebaran, sebuah kebiasaan yang telah ada sejak dulu, dari Idul Fitri ke Idul Fitri berikutnya. Menyetop arus peziarah kubur sama sekali tak semudah pernyataan para pejabat di media massa.
"Saya mendengar seperti itu (ziarah kubur dilarang). Cuma, bagi kami, tradisi di sini enggak bisa seperti itu saja dihentikan. Kami di sini antisipasi masing-masing saja, menggunakan masker dan menjaga jarak," lanjutnya
"Banyaknya peziarah juga memang karena antusiasme habis Ramadhan. Itu biasa. Apalagi sekarang memang dengan adanya Covid-19 ini, banyak yang tidak pulang kampung," tutur Sukron.
Siang ini, Bandi yang mengenakan ikat kepala hijau, baju koko putih, dan bawahan sarung berwarna ungu, datang berziarah bersama anak dan istri. Ada pula kakak ipar dan mertua yang datang bersamanya.
Bandi datang melihat makam orangtuanya di lokasi itu. Saat ditanya pendapatnya mengenai larangan ziarah kubur oleh pemerintah, Bandi menutup mata sambil menggeleng pelan.
"Tidak, dengan berziarah, kita mendekatkan. Gua bakalan seperti ini lho. Kurang baguslah kalau katanya ziarah dilarang," jawab Bandi.
"Mohon maaf. Kita di masa pandemi begini kan tetap menerapkan protokol kesehatan, kita bermasker, itu perlu. Jangan dah, jangan sampai ada, bahasa pribadi saya, (ziarah kubur) dilarang," imbuhnya.
Setelah usai ziarah kubur, Bandi mengaku tak berencana untuk kumpul-kumpul keluarga besar, meskipun keluarga besar tinggal pula di kawasan Jatimulya. Kebiasaan itu, akunya, sudah dilakukan setiap kali Lebaran tiba. Tak seperti kebanyakan orang, agenda kumpul-kumpul sanak famili tak pernah jadi prioritas Bandi dan keluarga.
"Tujuannya kita Lebaran kan (berjumpa) sama orangtua doang," ucapnya.
"Ibaratnya, saya kunjungi makam cuma setahun sekali. Saya kan juga kangen sama ibu saya, mau minta maaf meski sudah enggak ada. Tujuannya Lebaran kan minta maaf ke orang tua," ujar Bandi.
Bandi menuturkan sejumlah nilai yang ia yakini seputar hidup, mati, dan pentingnya keluarga menziarahi makam anggota keluarga lain yang telah berpulang. Baginya, rutinitas harian tak ubahnya tugas.
Tugas itu jangan sampai mengaburkan hal-hal lain yang lebih penting soal kehidupan, termasuk salah satunya, menghormati jasa orangtua, berterima kasih atas segala yang sudah diberikan.
Rasa syukur dan sayang itu memang dapat dipanjatkan setiap hari, terlepas dari ruang dan waktu. Namun mengunjungi makam orangtua secara fisik di hari raya yang dulu pernah dirayakan bersama-sama, jelas membangkitkan suasana yang berbeda di dalam kalbu. Dan itu hanya terjadi sekali dalam setahun.
"Nanti, ente juga ngerasain," ujar Bandi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.