"Ngeri saya kalau lewat, suka goyang-goyang, apalagi kalau yang lewat ramai-ramai," kata Rini.
Nondol, warga Kampung Rawa Timur yang ikut membangun jembatan, menyatakan jembatan tersebut sudah rapuh.
"Sudah rapuh ini, memang sudah lama, dulu dibangunnya pakai bambu sama kayu. Bambunya baru-baru tapi kayunya kayu bekas di sekitar sini," kata Nondol.
Jembatan itu, kata Nondol, pertama kali dibangun sepuluh tahun lalu secara swadaya oleh masyarakat sekitar.
Warga sekitar secara patungan membangun jembatan tersebut.
"Dulu warga sini sama warga Kampung Rawa Timur patungan. Sama ada bantuan dari Gereja Maria Bunda Karmel," kata Lita.
Lita juga mengeluhkan kondisi jembatan yang sudah reot tersebut.
"Itu licin kalau lewat kalau hujan gitu, sudah reot emang," kata Lita.
Jembatan tersebut terbuat dari bambu dan kayu. Dari kejauhan, jembatan itu sudah kelihatan tidak kokoh. Paku-paku yang menyatukan bambu di bagian dasar jembatan terlihat sudah berkarat.
Di bagian ujung jembatan, kayu-kayu diikat dengan menggunakan tali rafia.Tak ada pegangan di pinggir kiri dan kanan jembatan.
Jembatan tersebut membentang sekitar 12-15 meter, dengan lebar kurang lebih dua meter. Tinggi jembatan dari kali kira-kira tiga meter.
Kompas.com mencoba menyusuri jembatan tersebut. Bambu-bambu yang menjadi alas jembatan bergoyang ketika diinjak. Sejumlah kayu yang menyangga bagian pinggir jembatan pun bergoyang ketika dilintasi.
Suara decitan juga terdengar ketika jembatan dilewati.
Ada dua anak tangga beton yang menyambungkan jalanan di Kampung Rawa Timur dengan jembatan. Namun, anak tangga di Kampung Rawa Barat hanya terbuat dari kayu seadanya. Sulit untuk turun atau naik melalui anak tangga tersebut lantaran tak ada pegangan di kiri maupun kanan jembatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.