Harian Kompas edisi 18 Januari 1990 melaporkan, sejumlah penarik menuntut Pemda DKI lebih manusiawi dalam menangani masalah becak.
Para penarik becak meminta bantuan hukum kepada LBH Jakarta. Mereka datang dari berbagai tempat, mulai dari Cempaka Putih, Senen, Kramat Santiong, hingga Paseban, Jakarta Pusat.
Satu per satu penarik becak melontarkan pendapatnya saat diterima pengacara dari LBH Jakarta.
Satu di antaranya menyebutkan, operasi penghapusan becak dilakukan oleh petugas bukan saja di jalan, melainkan dengan mendatangi rumah pengusaha becak.
Para penarik becak juga mengadukan operasi penghapusan becak kepada Sukmawati Soekarnoputri.
Bersama para penarik becak, Sukmawati atas nama organisasi yang menamakan diri Majelis Pimpinan Sentral Gerakan Rakyat Marhaen (MPM GRM) juga menyampaikan resolusi persoalan itu.
Meski ditentang, Wiyogo tetap menjalankan kebijakannya. Namun, Bang Wi, sapaan Wiyogo, tak asal menertibkan tukang becak.
Para pengayuh becak diberi pelatihan keterampilan sehingga mereka bisa bekerja jadi sopir, mekanik, atau kerja di bengkel.
"Jadi jangan sampai akibat adanya penertiban itu, penghasilan para abang becak terputus," kata Wiyogo dalam rapat pimpinan Pemda DKI, sebagaimana diwartakan Kompas edisi 2 Januari 1988.
Gubernur Sutiyoso kembali mengizinkan becak beroperasi setelah sebelumnya dihapus para pendahulunya.
Pada 1998, penarik becak kembali diperbolehkan manarik penumpang di Jakarta.
Bang Yos, sapaan Sutiyoso, mengizinkan becak beroperasi di Jakarta lantaran kasihan melihat banyak warganya kehilangan pekerjaan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan saat itu.
Izin lisan yang diberikan Sutiyoso membuat para penarik becak datang ke Ibu Kota.
Setidaknya ada 1.500 becak yang kembali masuk ke wilayah Jakarta setelah adanya izin lisan dari Sutiyoso.
Kebijakan itu kemudian menimbulkan masalah baru. Keberadaan becak menjadi sulit diatur.
Baca juga: Penghapusan Operasional Becak di Jakarta, dari 1936 hingga Kini...
Bang Yos akhirnya menarik izin lisan yang dia sampaikan dan sudah berlaku selama tujuh hari itu.
Dengan demikian, becak kembali dilarang beroperasi di Jakarta, sesuai aturan Perda Nomor 11 Tahun 1988 yang diterbitkan era Wiyogo.
"Saya cabut pernyataan saya yang memberi izin bagi becak karena memang bertentangan dengan perda," kata Sutiyoso.
Sutiyoso sendiri mengakui bahwa beroperasinya kembali becak di Jakata telah menimbulkan kesulitan. Dia meminta kepada petugas ketertiban untuk kembali merazia becak-becak yang beroperasi di Jakarta.
"Daripada nanti buat susah kita semua, lebih baik saya ambil jalan cepat melarang becak beroperasi di sini. Jakarta tertutup untuk becak," kata Sutiyoso.