Masalah semakin pelik karena dalam Statuta UI yang sama, tercantum bahwa yang dapat mengangkat dan memberhentikan rektor adalah MWA.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Nizam, juga menyebut bahwa keputusan terkait nasib Ari sebagai Rektor UI berpulang kepada MWA.
"Tentunya nantinya MWA yang dapat memberikan keputusan tentang hal tersebut, apakah menyalahi statuta atau tidak," kata dia kepada Kompas.com, Selasa (29/6/2021).
Baca juga: UI Anggap BEM Langgar Peraturan karena Bikin Meme Jokowi: King of Lip Service
Persoalan rangkap jabatan para anggota MWA tak hanya mengundang tanya soal etika tetapi juga regulasi yang mengaturnya.
MWA UI memang terdiri dari 17 orang perwakilan. Ada menteri dan rektor sebagai anggota ex-officio, 7 orang wakil dosen, 6 wakil masyarakat, 1 wakil tenaga kependidikan, dan 1 wakil mahasiswa.
Namun, rangkap jabatan ini dianggap tidak mencerminkan etika yang baik karena perguruan tinggi seyogianya steril dari intervensi politik.
"Harusnya mereka minta mundur kalau mereka etiknya baik sebagai dosen," kata pakar hukum tata negara Bivitri Susanti kepada Kompas.com, Selasa (29/6/2021).
Baca juga: Rektor UI Ari Kuncoro Diduga Langgar Statuta karena Rangkap Jabatan Komisaris BUMN
Keberadaan birokrat kampus yang rangkap jabatan sebagai pejabat negara dan/atau pemerintahan dinilai rentan membuka pintu bagi intervensi.
Intervensi tersebut bisa berupa datangnya tekanan-tekanan kepada kampus apabila berseberangan dengan kepentingan pemerintah.
"Yang terjadi di UI dan kampus-kampus lain sudah menggambarkan ini. Mahasiswa ditekan untuk tidak bersuara soal UU Cipta Kerja, misalnya, melalui dosen-dosennya dan kampus," kata Bivitri.
"Sebagian dosen dan mahasiswa masih bisa melawan, tapi mereka terus ditekan. (Masa) 1998, mahasiswa bisa bergerak karena kampus melindungi. Sekarang tinggal tergantung birokrat kampus, makanya yang ditekan kemudian adalah birokrat kampus. Sekarang kampusnya yang dikontrol dengan skema kampus negeri seperti yang sekarang, di mana rektor sangat tergantung pada menteri (dan MWA)," ia menerangkan.
Kompas.com berusaha mengonfirmasi hal ini kepada Saleh Husin, namun hingga artikel ini disusun, ia belum menanggapi permintaan wawancara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.