JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajukan perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022.
Ketua Fraksi PDI-Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, perubahan mendadak yang diajukan Anies di sisa 14 bulan masa jabatannya perlu dicurigai.
"Mengingat masa bakti gubernur hanya tersisa 14 bulan lagi, dan agenda perubahan RPJMD ini dilaksanakan pada hari ini (2 Agustus 2021), maka layak diduga ada agenda terselubung di balik rencana perubahan RPJMD yang dipaksakan," kata Gembong dalam pandangan fraksi yang disampaikan Senin (2/8/2021).
Manuver Anies untuk merevisi janji-janji politiknya di RPJMD, kata Gembong, terlihat dari beberapa program yang target yang diturunkan.
Baca juga: Fraksi PDI-P Tolak Perubahan RPJMD yang Diajukan Anies
Program pertama adalah pembangunan rumah DP Rp 0, yang targetnya diturunkan dari 250.000 unit menjadi 29.366 unit saja. Dari target itu pun hanya terealisasi 790 unit Rumah DP Rp 0.
"Bisa dikatakan (program) gagal karena selama 3 tahun jumlah unit yang dibangun hanya mencapai 2.774 yang terdiri 790 unit Rusunami DP 0 yang bermasalah, 1.984 unit Rusunawa APBN," kata Gembong.
Kedua adalah janji normalisasi yang tak kunjung dikerjakan Anies, bahkan sebelum pandemi Covid-19 berlangsung.
"Bahkan hingga 2019 ketika pandemi belum melanda, tidak ada sejengkal pun sungai di Jakarta yang tersentuh oleh program normalisasi dan juga naturalisasi sungai," ucap Gembong.
Baca juga: Tanggapi Usulan Perubahan RPJMD, Fraksi Demokrat Minta Anies Tetap Penuhi Janji Rumah DP 0
Ketiga, program OKE OCE yang targetnya mencetak 361.518 wirausaha baru diturunkan menjadi 278.971. Gembong bertutur 4 tahun kepemimpinan Anies, realisasi program ini hanya 1.064 orang saja yang mendapat akses permodalan.
Program tak masuk RPJMD, tapi jadi prioritas
Dua fraksi yang menolak perubahan RPJMD yaitu PSI dan PDI-P menyoroti banyak program yang justru bisa terlaksana dan tidak ada dalam RPJMD.
PDI-Perjuangan menyoroti program Formula E dengan anggaran yang fantastis dan tidak masuk dalam RPJMD, tapi Pemprov DKI ngotot untuk tetap menggelar ajang balap mobil listrik itu.
"BPK menemukan potensi kerugian Formula E di 2022 sebesar Rp 106 miliar jika dimasukan biaya commitment fee sebesar Rp 482 miliar maka bukan menjadi untung Rp 120 miliar, malah akan merugi," kata Gembong.
Baca juga: Proyek Balap Formula E Tetap Lanjut, Anggota DPRD DKI: Menyakiti Hati Rakyat!
Buah kerugian ini, menurut Gembong merupakan akibat dari Pemprov DKI tidak melaksanakan program prioritas yang sudah tertulis di RPJMD.
"Uang pajak rakyat sebesar Rp 983 miliar (untuk Formula E) hingga saat ini tidak jelas peruntukannya, padahal uang ini bisa dimanfaatkan membantu masyarakat dalam menanggulangi pandemi Covid-19," ucap dia.