Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penumpang Pesawat di Soekarno-Hatta Keluhkan Tes PCR Mahal dan Keluar Hasilnya Lama

Kompas.com - 26/10/2021, 14:20 WIB
Muhammad Naufal,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Sejumlah calon penumpang pesawat dari Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten, mengeluhkan kewajiban melakukan tes PCR. Alasannya, tarif tes PCR mahal dan di sejumlah tempat tunggu hasilnya butuh waktu lama.

Seorang calon penumpang pesawat bernama Euis (48), misalnya, menyatakan keberatan dengan kewajiban membawa hasil tes PCR. Dia mengemukakan, hasil tes PCR membutuhkan waktu yang lama untuk diperoleh di tempat asalnya, yakni di Sumedang, Jawa Barat.

"Kayak saya tinggal di Sumedang. Kalau di Sumedang ada tempat untuk tes PCR, tapi keluar hasilnya itu lama. Sementara kami dikejar waktu mau penerbangan. Belum lagi kalau misalnya enggak ada tempat PCR di dekat rumah," ujar Euis di Terminal 3, Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (26/10/2021).

Baca juga: Presiden Minta Harga Tes PCR Rp 300.000, Wamenkes Jelaskan Hitung-hitungannya

Dia juga mengeluhkan harga tes PCR yang mahal dibandingkan dengan tes antigen.

Karena itu, Euis berharap keharusan menyertakan hasil tes PCR dapat diganti dengan membawa hasil tes antigen.

"Ya jangan PCR-lah, antigen aja. Banyak kan di klinik-klinik. Yang penting murah," ujar dia.

Seorang calon penumpang lain, Tere (25), menyatakan keberatan dengan keharusan penumpang pesawat melakukan tes PCR. Tere sudah membeli paket yang berisikan tiket pesawat serta voucher tes PCR dari sebuah aplikasi.

"Tapi pas saya sudah ke kantor maskapainya di sini (Bandara Soekarno-Hatta), itu katanya voucher enggak bisa dipakai. Jadi saya beli tes PCR lagi," kata dia saat ditemui di Terminal 3.

Dengan demikian, total pengeluaran perempuan yang sudah divaksinasi Covid-19 dua kali itu  itu mencapai Rp 1.700.000. Dia hendak ke Medan, Sumatera Utara. Pengeluaran itu terdiri dari paket tiket pesawat ke Medan beserta voucher tes PCR dan tarif tes PCR di Terminal 3.

"Keberatan banget ya sama bawa PCR. Belum saya PCR lagi dari Medan. Buang-buang duit," ujar Tere.

Penumpang lain, Wanda (46), juga mengaku keberatan dengan kewajiban penumpang pesawat harus punya hasil tes PCR. Semula dia melihat informasi di sebuah aplikasi pembelian tiket, di situ disebutkan penumpang pesawat ke Jambi cukup membawa tes antigen saja.

Namun, setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, Wanda diharuskan membawa hasil tes PCR. Dia telanjur tes antigen sebelum tiba di bandara tersebut. Maka, Wanda harus mengeluarkan biaya lagi untuk tes PCR.

"Lihat di aplikasi, mau ke Jambi cukup antigen saja, karena saya kan sudah vaksin Covid-19 dua kali. Eh ini harus PCR," ujar dia.

"Antigen Rp 100.000, tes PCR Rp 500.000. Sudah Rp 600.000. Keberatanlah. Kalau kamu gimana? Keberatan kan? Saya sudah vaksin Covid-19 masalahnya," kata dia.

Penumpang lain bernama Mursif (53) juga keberatan dengan kewajiban itu. Namun, dia terpaksa mengikuti kebijakan tersebut.

"Ya semua orang sebenarnya enggak mau repotkan? Semua pengin lancar-lancar saja. Ya, tapi kalau keadannya begitu, gimana?" ungkapnya.

Kewajiban soal membawa tes PCR itu berdasarkan Surat Edaran Satgas Covid-19 Nomor 21 Tahun 2021 dan SE Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Nomor 85 Tahun 2021.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Megapolitan
Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Megapolitan
Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Megapolitan
Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Megapolitan
Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Megapolitan
Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi mulai Mei 2024

Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi mulai Mei 2024

Megapolitan
Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com