JAKARTA, KOMPAS.com - Hidup bagaikan buah simalakama bagi Muklas (38), seorang warga Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara.
Rumah Muklas yang sebagian temboknya terbuat dari tiplek serta beralaskan semen dan karpet plastik selalu digenangi banjir rob.
Kawasan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara adalah salah satu kawasan yang menjadi langganan banjir rob.
Saat air laut pasang, air akan meluap ke rumah-rumah di sekitarnya dan mengganggu aktivitas warga.
Menurut Muklas, banjir rob biasanya terjadi dua sampai tiga kali dalam satu tahun. Air laut mulai naik sekitar pukul 11.00-15.00 WIB.
Ketika air laut naik, Muklas harus bergegas mengangkat barang-barang di rumahnya agar tidak terendam air.
Pernah suatu malam, Muklas dan istrinya sedang terlelap tidur sehingga tidak sadar air laut sudah merembes ke tempat tidur mereka.
"Istri sampai nangis karena barang-barang basah semua, tiba-tiba air itu datang dengan cepat, kita lagi tidur air udah di pundak kita," tutur Muklas kepada Kompas.com, Selasa (9/11/2021).
"Udah istri nangis, harus beresin barang-barang, kulkas jatuh, waduh repot lah," tambahnya.
Pria yang berprofesi sebagai pedagang es kelapa itu juga mengeluhkan banyak hewan seperti kelabang dan kecoa yang mulai bermunculan bersamaan dengan air laut yang pasang.
Baca juga: Ancaman Nyata Banjir Rob dan Jakarta Tenggelam, Apa Kabar Proyek Tanggul Laut NCICD?
"Ini musim banjir ini banyak macam-macam, kelabang pada keluar semua, kalajengking, yang paling banyak itu ya kelabang, apalagi kecoa. Kalau malam tuh banyak jadi air masuk pada keluar semua binatangnya," ucap Muklas.
"Yang ngeri kalau tidur tuh kelabang doang, takut masuk ke tubuh kita, masuk ke telinga gitu, jadi terpaksa, enggak tidur, daripada kita kemasukan kelabang," tambahnya.
Namun, Muklas tidak punya pilihan lain. Dia harus bertahan di rumahnya yang kerap terimbas banjir rob.
Apalagi, penghasilannya sebagai tukang es kelapa di masa pandemi ini turun drastis.
Baca juga: Banjir Rob di Jakut Berhari-hari Tak Surut sampai Buat Wagub DKI Nyerah, Apa Penyebabnya?
"Iya enggak pindah sekarang mau pindah, pindah ke mana? Kita butuh usaha kalau pindah umpamanya ngontrak, kita butuh biaya lagi, nyari duit lagi susah begini," keluh Muklas.
Dalam satu hari, Muklas mendapat penghasilan Rp 300.000 dengan keuntungan sebesar Rp 60.000. Sementara harga sewa rumah yang dia tempati senilai Rp 800.000 per bulannya.
Oleh karena itu, Muklas hanya bisa pasrah dan tetap bekerja seperti biasa untuk menyambung hidup.
(Penulis : Ira Gita Natalia Sembiring/Editor : Jessi Carina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.