JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak lama lagi, pemugaran gedung Sarinah sebagai pusat perbelanjaan pertama di Indonesia akan rampung.
Gedung yang juga merupakan salah satu proyek mercusuar Presiden Soekarno di masa awal kemerdekaan ini ditargetkan bisa kembali beroperasi pada Maret 2022.
Dalam pemugarannya, Gedung Sarinah akan dikembalikan pada marwahnya dengan menjadikan relief tiga dimensi yang bercerita tentang ekonomi kerakyatan sebagai Center of Atrium.
Relief ini sempat “terkubur” di belakang gerai makanan cepat saji selama puluhan tahun.
Diyakini, relief berukuran 17 kali 3 meter ini dibuat oleh pematung favorit Presiden Soekarno yang juga memahat Patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia dan Patung Dirgantara atau Tugu Pancoran.
Baca juga: Diresmikan Maret 2022, Gedung Sarinah Baru Merangkul Sejarah dengan Sentuhan Modernitas
Relief tersebut merepresentasikan kegiatan ekonomi kerakyatan dengan menampilkan sosok petani, perempuan yang membawa barang dagangan, dan juga nelayan.
Gedung Sarinah didirikan pada 1962 sebagai bukti bahwa Indonesia sudah modern. Gedung ini dikenal sebagai pencakar langit pertama di Indonesia yang menghadirkan produk-produk dalam negeri.
Sejarah mencatat, nama Sarinah diambil dari nama sosok wanita yang sangat berarti bagi Soekarno.
Melalui bukunya yang berjudul “Sarinah, Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia,” Soekarno menjelaskan arti Sarinah bagi dirinya.
“Pengasuh saya bernama Sarinah, ia “mbok” saya. Ia membantu ibu saya, dan dari dia saya menerima banyak rasa cinta dan rasa kasih. Dari dia saya banyak mendapatkan pelajaran mencintai “orang kecil”. Dia sendiri pun “orang kecil”, tetapi budinya selalu besar,” tulis Soekarno.
Baca juga: Menilik Relief Tua yang Tersembunyi di Gedung Sarinah...
Dikisahkan, Soekarno kecil pindah dari Surabaya ke Mojokerto bersama orangtuanya. Saat itu ia berumur enam tahun.
Sang ayah Raden Sukemi Sosrodiharjo menjadi guru di Mojokerto. Ia pun mengajak sang istri, Idayu dan dua anaknya Sukarmini dan Kusno (nama Soekarno kecil).
Di Mojokerto, keluarga Sukemi bertemu Sarinah, seorang gadis yang kemudian menjadi asisten keluarga mereka.
Bagi keluarga Sukemi, Sarinah bukan pelayan dalam pengertian barat. Sarinah dianggap bagian dari keluarga Sukemi.
Sarinah tidak menikah. Selama tinggal bersama keluarga Sukemi, Sarinah juga tidak menerima gaji.