JAKARTA, KOMPAS.com - Daeng (55) hanya bisa pasrah ketika banjir datang tanpa mengetuk pintu bengkel servis elektronik di Jalan Darmawanita II, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat.
Daeng sudah menjadi tukang servis elektronik sekaligus berbisnis jual beli barang elektronik bekas sejak 1990-an. Dari lapak 12 meter persegi itulah, dia bisa menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang tinggi.
Sejak itu pula, Daeng harus membiasakan diri dengan banjir, "tamu" yang selalu datang setiap hujan deras datang.
"Setengah jam (hujan) di sini, motor itu sdah susah lewat. Tinggi banjir bisa selutut. Kalau satu jam, sudah enggak bisa lewat. Di sini, (kontur tanahnya) kayak bentuk baskom, gitu," jelas Daeng saat ditemui beberapa waktu lalu.
Baca juga: Cerita Tukang Servis Elektronik Langganan Kebanjiran, Balapan Selamatkan Dagangan dari Kepungan Air
Daeng mengatakan, banjir yang terjadi beberapa tahun terakhir kerap membuat wilayahnya terendam air dengan ketinggian setengah hingga satu meter.
Namun, kata Daeng, banjir akhir-akhir ini lebih cepat surut, meski cepat naik. Ia menduga ini terjadi sejak saluran air diperbaiki, dan berkat gerak cepat petugas untuk memompa air ketika banjir menggenang.
Berbeda dari banjir beberapa tahun terakhir, yang memiliki frekuensi cukup sering terjadi dengan ketinggian muka air lebih rendah. Ketika banjir lima tahunan masih terjadi, kata Daeng, banjir jarang datang, tapi muka air sangat tinggi dan lama surutnya.
Saat banjir lima tahunan, tinggi muka air bisa mencapai 1-2 meter, bahkan mencapai plafon bengkelnya. Hal ini menyebabkan seluruh barang elektronik di bengkel terendam banjir.
Baca juga: Kisah Warga Periuk Tangerang yang Lelah Kebanjiran, Terpaksa Jual Rumah
Akibatnya, Daeng mengaku merugi hingga puluhan juta rupiah.
"Kalau total itu barang di sini bisa Rp 80 jutaan. Contoh harga TV bisa Rp 500.000 sampai Rp 800.000 per unit. Kalau dihitung semua bisa puluhan juta," kata dia.
Barang yang rusak karena banjir, tidak lagi bisa ia jual. Ia hanya bisa menjual mesin TV ke lapak rongsok.
"Kalau kerugiannya, bisa sekitar Rp 50 jutaan ruginya. Karena barang yang rusak kita jadi jual sebagai rongsok," kata dia.
"Kalau ditimbang Rp 3.000 per kilogram. TV cuma bisa diambil tembaganya, jadi dapat total Rp 30.000 per TV. Dari yang seharusnya Rp 500.000, bisa jadi Rp 30.000, gara-gara banjir," lanjutnya lebih rinci.
Namun, beberapa barang berupa kipas, mesin cuci, dan kloset duduk yang tidak pecah, masih bisa ia jual. Sebab, ketiga barang itu, tidak rawan karat. Daeng memiliki teknik khusus untuk menyelamatkan ketiga benda itu pascabanjir.
Daeng berharap bencana banjir di tempatnya bisa segera teratasi. Sebab, ia mengaku bingung jika harus mencari lapak sewa toko service elektroniknya dengan harga murah di tempat lain.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.