JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak menemui perwakilan buruh dalam audiensi yang digelar di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (8/12/2021). Buruh pun mengaku kecewa atas ketidakhadiran Anies.
"Kami kecewa karena kami tadi berharap ketemu Gubernur tapi ditemui oleh Pak Kadisnaker (Kepala Dinas Tenaga Kerja)," kata Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DKI Jakarta William Yani Wea, Rabu.
Selain Kepala Disnaker, perwakilan buruh juga ditemui oleh pejabat dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Kesbangpol serta anggota Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Sebelum diterima dalam audiensi itu, massa buruh terlebih dulu menggelar unjuk rasa menuntut kenaikan nilai upah minimum provinsi (UMP) 2022 di kawasan Medan Merdeka.
Buruh menilai UMP Jakarta tahun 2022 yang telah ditetapkan sebesar Rp 4.453.935 terlalu kecil. Jumlah itu hanya naik Rp 37.749 dibandingkan tahun sebelumnya.
"Kami kecewa karena apa, karena kami tadinya berharap mendapatkan jadwal deadline kapan revisi dari surat (keputusan Gubernur) mengenai kenaikan UMP," William menambahkan.
William menganggap Anies berjanji kepada kaum buruh pada unjuk rasa 29 November lalu bahwa Pemprov DKI akan merevisi besaran UMP 2022 yang naik terlalu kecil.
Pada unjuk rasa kala itu, Anies memang sempat menemui massa buruh, dan sepakat bahwa kenaikan UMP terlalu kecil akibat aturan UU Cipta Kerja yang ditetapkan pemerintah pusat.
Anies kala itu juga menyampaikan bahwa ia telah menyurati Kementerian Tenaga Kerja, meminta agar formula perhitungan UMP DKI dievaluasi.
"Gubernur itu ketika menjanjikan pada tanggal 29 November itu bersifat spontan. Hanya untuk menyenangkan saja. Seharusnya kan waktu kami datang sore ini ada jawaban dari perwakilan beliau, misalnya sudah ada kepastian surat itu akan dikeluarkan pada tanggal 15 Desember," ungkap William.
Kepada Kompas.com usai berdialog dengan buruh pada unjuk rasa 29 November lalu, Anies mengaku tidak menjanjikan revisi Surat Keputusan soal UMP DKI 2022. Ia menegaskan, SK tersebut hanya bisa dicabut jika terbit SK baru.
"Kalau tidak, nanti ada kekosongan hukum," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.