JAKARTA, KOMPAS.com - Normalisasi sungai sudah lama diyakini bisa menjadi solusi penanganan banjir di ibu kota.
Proyek normalisasi, khususnya Sungai Ciliwung, memiliki latar belakang dari peristiwa Jakarta terendam banjir besar pada 2012.
Baca juga: 4 Tahun Mandek, Normalisasi Ciliwung Kini Dilanjutkan Hanya di Daerah Terdampak Banjir
Saat itu, Gubernur DKI Fauzi Bowo menilai perlunya penambahan kapasitas angkut aliran sungai agar air tak meluber.
Setelah ide datang dari Fauzi Bowo, normalisasi Sungai Ciliwung mulai dikerjakan di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan dilanjutkan oleh wakilnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diangkat menjadi Gubernur DKI sejak 2014.
Baca juga: Wagub DKI Jakarta Beberkan Penyebab Proyek Normalisasi Sungai Mandek
Program normalisasi dikerjakan Pemprov DKI Jakarta bekerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Pemprov bertugas menertibkan bangunan di bantaran sungai. Setelah pembebasan lahan rampung, Kementerian PUPR bertugas mengerjakan normalisasi atau pelebaran sungai.
Target normalisasi Sungai Ciliwung mencapai 33 kilometer yang terbentang dari Jembatan Jalan TB Simatupang hingga Pintu Air Manggarai.
Proyek ini sudah dikerjakan sepanjang 16 kilometer sampai era Ahok.
Baca juga: Normalisasi Sungai Mandek, Anies Diminta Temui Warga untuk Selesaikan Pembebasan Lahan
Sejak Anies menjabat pada akhir 2017, program normalisasi itu mandek, tak dikerjakan, terbengkalai, dan digantikan program-program penanganan banjir lainnya.
Mandeknya pengerjaan proyek normalisasi tersebut sempat dikatakan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian PUPR pada November 2019, yang saat itu dijabat Bambang Hidayat.
Dia menyebukan, proyek normalisasi Ciliwung mulai terhenti pada 2018 karena minimnya pembebasan lahan yang jadi tugas Pemprov DKI Jakarta.
"Kalau (pembebasan lahan) masih sedikit kan tanggung. Jadi, biar nanti saja kalau sudah banyak," kata dia.
Baca juga: Saat Pemprov DKI Sebut Gerebek Lumpur Sama dengan Normalisasi Sungai, Kenapa Harus Dibedakan?
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria beralasan, proyek normalisasi mandek karena masalah pembebasan tanah di bantaran sungai yang harus dilakukan secara hati-hati.
"Pembebasan (lahan) itu bukan batal, tapi tertunda karena masalah tanah, ini harus lebih teliti," kata Riza saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Januari lalu.
Riza mengatakan, Pemprov DKI harus menelusuri sertifikat tanah, asal usul, dan tahapan lainnya yang harus dipenuhi, sehingga ketika dilakukan pembayaran ganti rugi sudah sesuai dengan aturan yang ada.