JAKARTA, KOMPAS.com - "Saat awal kami memulai penyelenggaraan (Formula E) secara resmi delapan tahun lalu, tidak ada yang percaya pada mobil listrik. Kami dilihat semua orang bahwa kami gila."
Begitulah keluh kesah dari Gemma Roura Serra yang kini menjabat sebagai Strategic Event Planning Director Formula E Operations (FEO).
Gemma menceritakan awal ajang balap ini terbentuk saat konferensi pers yang diadakan di Jakarta International Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (27/4/2022) lalu.
Dia menggambarkan betapa sulitnya membawa ide tentang masa depan mobil listrik pada khalayak. Dicap gila adalah salah satu risikonya.
Baca juga: Mulai Dijual 1 Mei, Berikut Daftar Harga Tiket Formula E Jakarta 2022
Ada banyak cacian dan hinaan yang didapat. Aura pesimis mobil listrik untuk masa depan dirasa tak pasti dan "sulit untuk dijelaskan."
Tapi tahun-tahun sulit itu sudah hampir terlewati. Gemma mengatakan, ide inisiator mereka yaitu Alberto Longo kini dilirik oleh dunia.
Mobil listrik kini tak lagi menjadi barang "asing" untuk dunia internasional, khususnya negara-negara maju yang sudah memperketat regulasi kendaraan rendah emisi.
"Sekarang, 8 tahun setelah ide ini dicetuskan, revolusi (industri otomotif) ini jadi kenyataan. Kami telah melihat lebih jauh dari yang lain," ujar dia.
Baca juga: Gaduhnya Penyelenggaraan Formula E di Ibu Kota
Mobil listrik dipercaya menjadi solusi dari keberlangsungan energi terbarukan dan keberlanjutan bumi yang sehat.
Selain menjadi kendaraan bebas emisi, teknologi mobil listrik dipercaya menghemat energi ketimbang kendaraan berbahan bakar.
Misi Formula E ada dalam idealisme tersebut. Gemma mengatakan, Formula E menjadi ajang untuk memperkenalkan teknologi masa depan pada khalayak.
"Latar belakang penyelenggaraan (Formula E) ini untuk menyematkan semua teknologi baru ini ke tingkat lokal, semua teknologi inovasi baru ini di masa depan," ujar dia.