Melihat masih ada pedemo yang tidak mendengar instruksinya, Said Iqbal pun mengulangi instruksinya dengan nada yang lebih tinggi.
"Jangan ada yang membuat kegaduhan. Dengarkan saya!"
Baca juga: Jika Revisi UU P3 Tak Dicabut DPR, Partai Buruh: 10 Juta Orang Akan Mogok Massal!
Setelah itu, situasi pun perlahan mulai kondusif. Buruh kembali menyampaikan aspirasinya secara tertib.
Said pun memastikan tidak ada peserta unjuk rasa yang ditangkap usai terlibat kericuhan dengan petugas.
"Tidak ada yang ditahan, dari polisi, Kapolres, Polda Metro Jaya, dan TNI semuanya kooperatif," ujar Said Iqbal di depan Gedung DPR/MPR RI, Rabu.
Menurut Said, kericuhan antara sejumlah pedemo dengan petugas kepolisian terjadi karena salah paham.
"Tidak ada konflik, tidak ada yang ditahan semua terakomodatif, semua dari polisi dan TNI kooperatif," ungkapnya.
Saiq Iqbal mengatakan, ada lima tuntutan yang disampaikan dalam demo hari ini.
Pertama, buruh menolak revisi Undang-Undang (UU) Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) karena pembahasannya kejar tayang dan tidak melihat partisipasi publik secara luas.
"Kami mendapat informasi, revisi UU PPP hanya dibahas 10 hari di Baleg, padahal UU PPP adalah ibu dari undang-undang, di mana kelahiran semua undang-undang harus mengacu secara formil ke UU PPP," kata Said.
Baca juga: Demo di Depan Gedung DPR/MPR Ricuh, 2 Buruh Diamankan Polisi
Kedua, buruh menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja karena merugikan buruh, seperti contohnya outsourcing seumur hidup, upah murah, PHK mudah, hingga pesangon yang rendah.
"Sama seperti penolakan terhadap UU PPP, dalam menolak UU Cipta Kerja kami juga akan melakukan judicial review, baik formil maupun materiil," kata Said.
"Selanjutnya adalah dengan mengampanyekan jangan pilih parpol dan politisi yang mendukung Omnibus Law UU Cipta Kerja," tutur Said.
Ketiga, buruh menolak masa kampanye pemilu hanya 75 hari, tetapi harus sembilan bulan sesuai undang-undang.
Kemudian, dua isu terakhir yang akan diangkat adalah mendesak agar UU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) segera disahkan dan menolak liberisasi pertanian melalui WTO.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.