Pasalnya, Khilafatul Muslimin bergerak dengan cepat ke berbagai wilayah untuk menyebarkan ideologi khilafah dan menganggap diri mereka sebagai penyebar kebenaran.
Padahal, kata Ilyas, kegiatan yang dilakukan tersebut merupakan kesalahan dan dapat merugikan banyak pihak, khususnya umat Islam.
Baca juga: MUI Sebut Khilafatul Muslimin Berbahaya dan Rugikan Umat Islam
"Terlepas dari sisi hukum, ini sangat merugikan umat Islam. Bahasanya bahasa agama, kata-kata khilafah, kata-kata muslim, padahal ini adalah kemasan haq tapi isinya isinya penuh dengan kebathilan," ungkap Ilyas.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan sejumlah petinggi Khilafatul Muslimin merupakan eks narapidana teroris (napiter).
"Perlu kami sampaikan juga, bahwa mulai dari pimpinan tertinggi, yakni Abdul Hasan Baraja ini merupakan eks napiter," kata Hengki.
Hengki mengatakan, Abdul Hasan Baraja pernah divonis penjara 3 tahun terkait dengan kasus teror Warman. Kemudian pada pengeboman di Candi Borobudur, ia divonis penjara 20 tahun.
Setelah diintegrosi lebih dalam, Abdul Hasan Baraja juga ada kaitannya dengan peristiwa Talangsari yang di Lampung. Pada saat bersamaan, putra yang bersangkutan meninggal di sana.
"Lalu dari struktur kepengurusan, itu banyak diantaranya eks napiter. Apakah itu dari JI (Jamaah Islamiyah), JAD (Jamaah Ansharut Daulah), dan NII (Negara Islam Indonesia)," ucap Hengki.
Saat ini kepolisian masih terus menyelidiki ormas Khilafatul Muslimin. Sejumlah petinggi kelompok penyebar ideologi khilafah ini yelah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
Polda Metro Jaya hingga kini telah menangkap enam orang petinggi ormas Khilafatul Muslimin dan menetapkan mereka sebagai tersangka.
Baca juga: Polda Metro Sebut Sejumlah Petinggi Khilafatul Muslimin Merupakan Eks Napi Teroris
Satu di antaranya adalah pendiri sekaligus pemimpin tertinggi Khilafatul Muslimin, yakni Abdul Qadir Hasan Baraja di Bandar Lampung.
Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan, polisi menangkap lagi empat orang berinisial AA, IN, FA, dan SW, yang menjadi tokoh sentral dalam pergerakan ormas Khilafatul Muslimin.
Terbaru, kepolisian juga menangkap AS pada Senin (13/6/2022) di wilayah Mojokerto, Jawa Timur. Dalam kesehariannya di organisasi, AS mendoktrin orang lain bahwa khilafah dapat menggantikan Pancasila sebagai ideologi di Tanah Air.
Baca juga: Polisi Sebut 25 Pesantren Milik Khilafatul Muslimin Tersebar dari Aceh hingga Papua Barat
Keenam orang tersebut dipersangkakan dengan Pasal 59 ayat (4) dan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Kemudian, Pasal 14 Ayat (1) dan (2), dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman pidana penjara 5 tahun dan maksimal 20 tahun.
(Penulis: Tria Sutrisna)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.