Pertama, penggunaan Jakarta Hajatan sebagai jenama khusus peringatan ulang tahun.
Kata “hajatan” secara etimologis sama dengan “resepsi”, namun yang disebut pertama lebih familiar bagi masyarakat Betawi.
Hajatan identik dengan pesta dan kemeriahan. Biasanya dilakukan pada upacara khitan anak laki-laki dan pernikahan.
Kedua, penggantian nama jalan menggunakan nama tokoh Betawi. Melalui Keputusan Gubernur Nomor 565 Tahun 2022, Anies menetapkan nama 22 orang tokoh Betawi sebagai nama jalan di berbagai lokasi di Jakarta.
Beberapa di antaranya adalah dari kalangan seniman seperti M. Mashabi, Mpok Nori dan H. Bokir serta agamawan seperti KH Guru Amin dan Hj. Tutty Alawiyah.
Dua kebijakan ini akan menjadi legasi atau warisan yang ditinggalkan oleh Anies yang akan mengakhiri masa jabatannya Oktober nanti.
Sebetulnya, hal yang lebih esensial adalah bukan sekadar penggunaan istilah dan nama orang Betawi. Lebih dari itu, kita berharap ada keberpihakan terhadap masyarakat Betawi.
Seiring dengan transformasi Jakarta menjadi kota bisnis berskala global, masyarakat Betawi seyogianya menjadi aktor yang terlibat aktif dalam aktivitas di dalamnya.
Bentuknya tidak melulu kebijakan afirmatif yang melenakan, tapi harus berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia generasi muda Betawi.
Bagi warga Jakarta selain etnis Betawi tidak perlu terlalu khawatir. Masyarakat Betawi tidak pernah menuntut diiistimewakan sebagai putera daerah.
Sepanjang sejarah juga menunjukkan karakteristik masyarakat Betawi yang terbuka.
Keberpihakan Anies terhadap masyarakat Betawi tidak lantas dimaknai sebagai pengabaian terhadap kelompok masyarakat lain.
Justru, ini adalah bentuk akomodasi heterogenitas di kota ini. Jakarta adalah rumah untuk semua etnis dan agama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.