TANGERANG, KOMPAS.com - Kuasa hukum empat terdakwa kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, Herman Simarmata, memohon majelis hakim membebaskan kliennya dari tuntutan jaksa.
Ia beralasan, keempat kliennya tidak melakukan kelalaian yang menyebabkan kebakaran hingga mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
Herman menilai, kebakaran yang terjadi pada 8 September 2021 murni merupakan musibah.
"Tidak ada satu bukti pun terdakwa menyebabkan kelalaian hingga mengakibatkan orang lain mati. Kebakaran terjadi karena korsleting listrik akibat adanya hubungan pendek arus listrik," ujar Herman menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Tangerang, Selasa (30/8/2022).
Baca juga: Sampaikan Pembelaan, Kuasa Hukum Minta 4 Terdakwa Kasus Kebakaran Lapas Tangerang Dibebaskan
Herman menuturkan, pada sidang sebelumnya, ada ahli yang menerangkan bahwa bangunan C2 Lapas Tangerang yang dilanda kebakaran adalah bangunan lama.
Selain itu, pengawasan dari lembaga terkait juga dinilai kurang. Sehingga, Herman menganggap kebakaran itu bukan murni tanggung jawab pegawai lapas yang bertugas, yakni para terdakwa.
"Terdakwa dikorbankan oleh dinas terkait untuk bertanggung jawab, seharusnya terdakwa dibebaskan dari dakwaan," kata Herman.
Kemudian, Herman menuturkan, terdakwa bernama Suparto sudah melakukan tugasnya dengan benar sebagai petugas jaga.
Suparto, lanjut dia, tidak bisa disebut sebagai orang yang bertanggung jawab atas kebakaran karena dia dipimpin oleh komandan regu saat bertugas.
Terdakwa Suparto juga tidak begitu terampil sesuai dakwaan jaksa karena tidak pernah menerima sosialisasi atau latihan penanggulangan kebakaran dari Ditjen Pemasyarakatan.
"Sungguh tidak mendasar bahwa dalam rangka perkara ini, terdakwa menanggung yang seharusnya tidak ditanggung terdakwa," kata Herman.
Kemudian, pada saat kebakaran terjadi sekitar pukul 01.40 WIB, Suparto melihat api di atas kamar lapas.
Suparto langsung memberi kabar kepada petugas lainnya bahwa ada kebakaran melalui alat komunikasi handy talkie (HT).
Suparto sengaja tidak membunyikan lonceng, peluit, atau sirene sebagai peringatan tanda bahaya dengan alasan tidak ingin membuat warga binaan panik.
Dengan demikian, Suparto berharap proses pemadaman api bisa kondusif dan berjalan lancar.
Baca juga: Bandara Halim Perdanakusuma Kembali Layani Penerbangan Komersial Per 1 September 2022
Saat itu juga, Suparto berinisiatif membantu dengan cara memadamkan semua sumber listrik.
Suparto juga membuka akses pintu sebelah timur supaya mobil pemadam kebakaran bisa segera masuk.
"HT adalah tindakan yang sudah tepat karena laporan sudah lengkap dan tidak menimbulkan kepanikan. Kejadian di lapas sudah diketahui semua petugas sehingga jelas dan tepat menggunakan HT adalah tepat dan efektif memberi tahu semua petugas," jelas Herman.
Mengenai banyaknya korban jiwa dalam kebakaran tersebut, menurut Herman, hal itu terjadi karena jumlah warga binaan yang ditahan di Lapas Tangerang melebihi kapasitas.
Ditambah lagi, kondisi bangunan lapas sudah berusia 40 tahunan, tetapi tidak pernah mengalami peremajaan dengan alasan terkendala biaya.
"Pegawai lembaga total 180 orang. Daya tampung narapidana sesuai struktur bangunan 600 orang warga binaan, tapi kenyataannya jumlah pada saat kejadian ada 2.009 orang warga binaan, jumlah yang berlebih sehingga napi berdesak-desakan," ungkap Herman.
Baca juga: DPRD Akan Umumkan Pemberhentian Anies dari Jabatan Gubernur DKI pada 13 September
Adapun keempat terdakwa dituntut pidana dua tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam sidang sebelumnya.
Jaksa menilai keempat terdakwa lalai dalam menjalankan tugas sebagai petugas lapas sehingga mengakibatkan kebakaran.
Sebagai informasi, kebakaran Lapas Kelas I Tangerang terjadi pada 8 September 2021. Akibat kebakaran itu, 49 narapidana tewas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.