Penggusuran terhadap tempat lokalisasi ternyata juga pernah dilakukan di era pemerintahan Gubernur Sutiyoso pada 31 Desember 1999.
Kompas.com menyebutkan bahwa lokalisasi Kramat Tunggak awalnya merupakan lokasi rehabilitasi sosial bagi pekerja seks komersial yang dulunya bekerja di sekitar Pasar Senen, Kramat dan Pejompongan.
Lokasi Rehabilitasi Kramat Tunggak diresmikan Gubernur Ali Sadikin yang menjabat pada 1966-1977.
"Agar Ibu Kota kita ini tidak kelihatan kotor, tidak jorok, itulah yang kemudian menjadi policy saya untuk memindahkan wanita "P" dari Senen, dari daerah Kramat Raya yang berseliweran dengan kupu-kupu malam itu, ke Kramat Tunggak," kata Ali Sadikin dalam buku Ali Sadikin Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi.
Kramat Tunggak kemudian ditetapkan sebagai lokalisasi melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No. Ca.7/I/13/1970 per tanggal 27 April 1970 tentang Pelaksanaan Usaha Lokalisasi/Relokasi Wanita Tuna Susila.
Meski awalnya ditujukan untuk tempat rehabilitasi, Kramat Tunggak terus berkembang menjadi lokalisasi. Muncikari berdatangan dan mengajak para pekerja seks itu untuk kembali menjajakan diri mereka.
Pada tahun 1990-an, tercatat lokalisasi Kramat Tunggak dihuni oleh lebih dari 2.000 pekerja seks dengan pengawasan 258 muncikari dan 700 orang pembantu pengasuh, 800 pedagang asongan, dan 155 orang tukang ojek.
Warga sekitar pun mendesak agar lokalisasi Kramat Tunggak ditutup.
Pada era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, wacana penggusuran lokalisasi Kramat Tunggak mulai muncul. Sutiyoso pun mulai melakukan pendekatan untuk membuat rekayasa sosial soal lokalisasi Kramat Tunggak.
Dilansir Kompas edisi 17 Oktober 2005, Kramat Tunggak secara resmi ditutup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 31 Desember 1999.
Baca juga: Ratusan Massa Geruduk Balkot DKI untuk Tagih Janji Anies Cabut Pergub Penggusuran
Untuk membersihkan nama Kramat Tunggak, Sutiyoso kemudian melontarkan ide mendirikan Jakarta Islamic Centre yang didiskusikan dalam forum bersama berbagai elemen masyarakat pada 2001.
Dalam perencanaan pembangunan JIC, pada Agustus 2002 dilakukan studi komparasi ke Islamic Centre di Mesir, Iran, Inggris, dan Perancis.
Dirancang oleh arsitek spesialis masjid Ahmad Numan atau Ir Muhammad Numan, masjid ini berdiri di atas lahan seluas 109.435 meter persegi, dengan luas bangunan masjid 2.200 meter persegi yang dapat menampung hingga 20.680 jemaah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta juga melakukan penggusuran.
Jokowi memerintahkan penggusuran Kampung Deret dengan 350 bangunan yang saat itu dihuni 400 kepala keluarga. Permukiman itu dulunya tak tertata.